Komisi VI DPR berencana memanggil PT Pertamina (Persero) serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meminta klarifikasi terkait kasus ini. Menurut Gus Rivqy, diperlukan langkah konkret untuk mencegah kasus serupa agar tidak kembali terjadi. “Harus ada reformasi manajemen agar Pertamina benar-benar menjadi perusahaan unggul, mengingat perannya yang sangat strategis dalam pengelolaan energi nasional,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya penanganan cepat agar skandal ini tidak berdampak lebih luas pada kinerja Pertamina dan pendapatan negara. Transparansi dan pengawasan yang lebih ketat dari hulu ke hilir diperlukan untuk mencegah praktik manipulasi data di masa depan. “Kasus ini menimbulkan kerugian negara yang besar dan mengikis kepercayaan publik terhadap Pertamina. Diperlukan langkah pencegahan serta pemulihan integritas perusahaan agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
Selain itu, Gus Rivqy menyoroti isu perbedaan kadar RON antara Pertalite dan Pertamax yang menimbulkan kebingungan di masyarakat. Ia menegaskan perlunya klarifikasi agar kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina tetap terjaga. “Publik marah karena ada informasi bahwa Pertamax yang mereka beli ternyata memiliki RON 90, setara dengan Pertalite. Ini harus diluruskan dengan bukti-bukti valid agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan terhadap SPBU Pertamina,” ujarnya.