BPKN RI Minta LMKN Evaluasi Kebijakan Royalti Pencipta Lagu

Ketua BPKN RI Mufti Mubarok.

JAKARTA, Mediakarya – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI memberikan tanggapan atas kebijakan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) terkait mekanisme pengumpulan dan pendistribusian royalti bagi pencipta lagu.

Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, menegaskan bahwa kebijakan ini perlu diatur secara transparan dan akuntabel agar tidak menimbulkan beban berlebihan bagi pelaku usaha, sekaligus memastikan hak pencipta lagu tetap terlindungi.

Menurut Mufti, royalti merupakan hak ekonomi yang sah bagi pencipta lagu sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, BPKN menilai perlu adanya kepastian terkait tarif, objek pungutan, serta tata cara pembayaran yang jelas dan mudah dipahami publik, termasuk oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang menggunakan musik dalam kegiatan usahanya.

“BPKN mendukung perlindungan hak cipta, tetapi regulasinya harus seimbang, tidak membebani konsumen maupun pelaku usaha secara berlebihan, serta memastikan pencipta lagu menerima haknya secara penuh dan tepat waktu,” ujar Mufti, Rabu (13/8/2025

Untuk itu, BPKN merekomendasikan agar LMKN membuka akses informasi mengenai besaran tarif royalti dan dasar penetapannya. Kemudian, mengoptimalkan sistem distribusi digital agar royalti diterima langsung oleh pencipta lagu tanpa potongan yang merugikan. Selanjutnya, melakukan sosialisasi luas kepada publik, terutama sektor usaha yang terdampak kebijakan ini.

Menurut Mufti, kebijakan LMKN yang baru ini menuai perhatian karena mulai diberlakukan secara ketat di berbagai sektor, seperti kafe, restoran, hotel, transportasi umum, hingga penyelenggara acara.

“Beberapa pelaku usaha mengeluhkan beban biaya tambahan, sementara para pencipta lagu berharap pendistribusian royalti dapat berjalan lebih adil,” katanya.

BPKN menyatakan akan terus memantau pelaksanaan kebijakan LMKN tersebut, termasuk menerima aduan masyarakat yang merasa dirugikan, demi memastikan perlindungan hak konsumen dan keberlanjutan industri musik nasional.

Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun merespons polemik pemutaran lagu di restoran hingga tempat usaha lain yang harus berurusan dengan royalti.

Ia kemudian menanggapi langkah sejumlah pelaku usaha yang memilih memutar suara burung hingga suara alam agar tidak kena royalti, setelah kasus Mie Gacoan yang masuk ranah pidana dan perdata.

Exit mobile version