Polemik Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Menguji Integritas Pememrintahan Prabowo

Yusuf Blegur.

JAKARTA, Mediakarya –  Pengungkapan kasus ijazah Jokowi dinilai merupakan trigger dari apa yang dianggap menjadi awal mula penyalahgunaan kekuasaan selama kepemimpinannya berlangsung mulai dari jabatan walikota, gubernur hingga presiden.

Analis Institute for Public Policy Studies (IPPS) Indonesia, Yusuf Blegur menilai pengungkapan kasus ijazah Jokowi dapat membuka kotak pandora dari polemik legalitas dan legitamasi kekuasaannya selama lebih dari 2 dekade yang menyimpan juga pro kontra asli atau palsu ijazah Jokowi.

Menariknya, pembuktian terhadap gugatan ijazah palsu Jokowi semakin menguat saat Jokowi tidak lagi memangku jabatan presiden utamanya.

“Dalam konteks legalitas dan legitimasi Jokowi sebagai pejabat publik sudah tidak relevan lagi, karena Jokowi tidak sedang memangku jabatan publik,” ujar Yusuf kepada Mediakarya di Jakarta, Ahad (12/10/2025).

Namun, jika isu ijazah Jokowi palsu terbukti, maka pertanggunganjawabnya bisa dilakukan dengan langkah hukum.

Menjadi tidak sesederhana itu dalam mengambil langkah hukum terkait ijazah pasu Jokowi, karena proses penggunaan ijazah Jokowi sebagai persyaratan mengikuti kontestasi pemilihan jabatan publik tersebut melibatkan peran serta banyak pihak baik secara personal maupun institusi pemerintahan.

Ijazah Jokowi lolos verifikasi dan validasi hingga memenuhi persyaratan pencalonan pejabat publik, merupakan desain dan strategi yang konspiratif bahkan bisa dibilang manipulatif. Ada keterlibatan UGM, partai politik, KPU pusat dan daerah, serta MK yang sering menangani perkara perselisihan atau sengketa pemilu yang melibatkan Jokowi sebagai capres.

“Dalam hal ini, termasuk intelejen negara bukannya tidak berfungsi karena lemah, akan tetapi kami menilai bahwa badan intelelejen dan aparaturnya juga telah menjadi bagian dari orkestrasi grand desain kekuasaan baik dari oligarki partai poltik mau pun oligarki korporasi serta kepentingan asing, yang menyiapkan Jokowi menjadi pemimpin mulai dari wali kota, gubernur hingga presiden,” beber Yusuf.

Persoalannya, bisakah Jokowi diadili dengan menggunakan pendekatan hukum dan politis atas semua distorsi kekuasaan pada umumnya maupun soal ijazah palsu khususnya. Semua yang terlibat langsung dan tidak langsung juga layak diminta untuk pertanggunganjawab di mata hukum.

“Jawabannya sederhana, harus ada “good will” dan “political will” dari presiden Prabowo Subianto jika memang pemerintahannya berorientasi pada negara kesejahteraan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip kepemimpinan yang bersih, transparan dan penegakan hukum tanpa pandang bulu serta upaya mengutamakan kejujuran, kebenaran keadilan dalam hidup berbangsa dan bernegara,” tutup Yusuf. (Hb)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *