Polisi Didesak Tangkap Perusak Police Line di Tanah Bersengketa

SUMBAWA, Mediakarya – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) didesak segera turun tangan atas kasus dugaan tindak pidana pengrusakan police line (garis polisi) yang sebelumnya dipasang oleh penyidik Polres Sumbawa di lahan yang tengah menjadi objek sengketa antara Sahrul Bosang dengan Syekh Ali Direktur PT. Jaad Worldwide Investment (JWI) yang diketahui merupakaan warga negara Yaman.

Praktisi hukum, Nurseylla Indra, S.H., menilai langkah yang dilakukan oleh Polres Sumbawa dalam menangani kasus dugaan sengketa tanah berlokasi di Peliuk Buin Dua, Desa Moyo, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sudah tepat, yakni memasang garis polisi di lokasi yang tengah disengketakan.

Sebelumnya, Sahrul mengaku bahwa dirinya telah melaporkan kasus dugaan penyerobotan  tanah miliknya itu ke Polres Sumbawa pada 23 Juli 2022. Bahkan pihak kepolisian sendiri telah berupaya melakukan mediasi antara pihak PT. JWI sebagai Terlapor dan Sahrul Bosang sebagai pihak Pelapor.

Merespon laporan Sahrul Bosang, pihak Polres Sumbawa akhirnya melakukan sejumlah penyelidikan, hingga memasang police line di lokasi tanah milik Sahrul Bosang pd 01 Maret 2025 yang saat ini telah berdiri sejumlah 39 unit bangunan perumahan Hayatu Saida Residence, yang berlokasi di SB5-2 disebut area Elong Bareran dengan SHM No.1881 th2020 dan SB5-1 SHM No.211 Tahun 1985.

Namun, police line yang dipasang oleh pihak penyidik Polres Sumbawa itu diduga dirusak oleh orang tak dikenal. Seylla menyebut bahwa pelaku pengrusakan police line dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti Pasal 221 KUHP, yang bisa berupa pidana penjara atau denda.

“Sanksi ini berlaku karena merusak police line termasuk dalam kategori menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dan merusak barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP),” tegas Seylla kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (11/10/20205).

Menurut Seylla, berdasarkan Pasal 221 KUHP, seseorang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan dengan cara merusak, menghilangkan, atau menyembunyikan barang bukti atau bekas kejahatan, dapat dikenakan pidana.

“Hukuman dapat berupa pidana penjara atau denda, tergantung pada motif dan dampak perbuatannya. Jika tindakan merusak tersebut dianggap merusak bukti penting, hukuman bisa lebih berat,” katanya.

Untuk itu, guna menyelesaikan kasus dugaan sengketa tanah yang saat ini tengah ditangani oleh Polres Sumbawa, dia meminta agar Polda NTB turun tangan untuk membantu menyelesaikan persoalan tersebut.

“Karena kasus ini melibatkan warga negara asing. Tentunya, Polda NTB dalalm hal ini harus hadir karena menyangkut kedaulatan negara. Kenapa WNA bisa menguasai tanah meski melalui jual beli, tapi pihak kepolisian harus bisa mengusut bagaimana proses jual beli itu dapat terjadi sementara tanah tersebut diduga ada ahli warisnya sebagai pemilik yang sah,” pungkasnya

Seperti diketahui, police line dipasang untuk menjaga keaslian TKP dan mencegah kerusakan atau hilangnya bukti vital yang bisa memperlambat atau mengganggu jalannya proses penegakan hukum. Police line juga berfungsi untuk melindungi masyarakat dari bahaya di lokasi kejadian, seperti reruntuhan atau risiko lainnya yang belum teridentifikasi.

Sementara itu, Sahrul Bosang mengaku bahwa pihaknya telah melaporkan oknum dalam kasus dugaan pengrusakan police line yang sebelumnya telah dipasang oleh pihak penyidik di lokasi tanah yang saat ini masih dalam status quo.

Menurut dia, tindakan penjualan tanah dirinya oleh Sulaiman di lokasi SB5-2 dengan SHM No.1881 tahun 2020 itu, maka dengan sendirinya akan tersangkut lokasi SB5-1 yang telah disertifikatkan oleh Sulaiman No.211 tahun 1985.

“Jadi PT. JWI menghadapi 2 kasus, yaitu diduga membongkar Police Line yang telah dipasang oleh polisi dan pembelian lahan dari Sulaiman tanpa sepengetahuan Sahrul Bosang,’ ungkap Sahrul.

Padahal sebelumnya, lokasi lahan SB5-2 telah dititipkan kepada Kades Moyo pada10-11-2016 sehingga perbuatan Sulaiman menerbitkan SHM No.1881 tahun 2020 dan penjualan lokasi SB5-2 tersebut kepada PT. JWI tak dapat terlepas dari akte sporadik yang ditandatangani oleh Kades Moyo cq. Junaidi.

Sebelumnya, pemasangan Police Line pada  01 Maret 2025 yang kemudian PT. JWI cq. Wahib Saleh Saeeb al Batati bersama Penghuni Unit Rumah yang dibangun di atas lokasi SB5-1 dan lokasi SB5-2 ELONG BARERAN minta RDPU dengan DPR-D Sumbawa tentang Police Line dengan pihak terkait pada 18 Mei 2025.

Hasil dari RDPU tersebut pihak Kepolisian tidak memenuhi permintaan PT. JWI untuk membuka Police Line sebelum ada kesepakatan baru antara Sahrul Bosang dengan pihak PT. JWI atau PT. JWI menghadirkan Syekh Ali untuk mempertanggungjawabkan hasil pertemuan di Bogor pada tanggal 10 Maret 2022 yang mengakui bahwa lokasi SB5-1 dan lokasi SB5-2 adalah Hak milik Sahrul Bosang.

Di mana pada Rabu 27 Agustus 2025 penggarap pertama lokasi lahan SB-5 bernama Fatahullah alias Pato telah menemui Direktur PT. JWI yang bernama Wahib Saleh Saeeb Al Batati yang didampingi oleh penyidik dan Kades Moyo bahkan sempat teleconference dengan Syekh Ali yang tengah berada di India.

Dari pertemuan pada tanggal 27 Agustus 2025 penyidik berhasil mendapat informasi tentang Toha yang disebut sebut sebagai pihak yang mengurus IMB.

“Dari Pak Toha penyidik memperoleh informasi tentang Haji Adil yang membayar SB5-1 kepada Sulaiman,” kata Sahrul.

Sahrul pun mengaku telah bertemu dengan Haji Adil di Desa Barare, Kecamatan Moyo Hilir pada 10 September 2025.

“Dan beliau menyampaikan kepada saya bahwa dirirnya tak mau membayar lokasi SB5-2 Elong Bareran, karena tahu milik orang lain. Dengan kejadian ini maka Syekh Ali memecat Haji Adil dari status kepegawaian PT. JWI,” pungkasnya.

Exit mobile version