“Pemilik Google, e-commerce, media sosial berbeda, tapi melakukan hal yg sama. Pentingnya mengikuti perkembangan teknologi menjadi salah satu catatan dalam diskusi ini,” tambahnya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Harris Sofyan Hardwin, hal yang dikhawatirkan para pelaku UMKM adalah pemain-pemain besar mampu mengikuti perkembangan dengan ikut program afiliator. “Pemain besar mungkin bisa mendorong tayangnya produk, banting harga dll,” ujarnya.
Di sisi lain, Harris menyatakan, banyak pelaku UMKM yang mengeluh mau mencoba bertransformasi tapi kurang literasi. Banyak juga yang live di Tiktok Shop, tapi secara penjualan belum maksimal. Oleh karena itu, perlu pelatihan dan program literasi digital utamanya untuk UMKM di daerah supaya mereka mendapatkan manfaat yang optimal dari social commerce.
Sementara itu, moderator yang juga Ketua Bidang Business & Development idEA, Mohammad Rosihan menilai yang terjadi bukan semata lantaran adanya peralihan perilaku konsumen ke digital. Ia yang juga pelaku usaha menjelaskan bahwa salah satu penyebab Pasar Tanah Abang sepi adalah menurunnya pembelian dari pelaku usaha di daerah.
“Kami tidak lagi banyak yang membeli ke Tanah Abang, karena penjualan di daerah juga sepi. Mungkin ini juga menyangkut turunnya daya beli,” ucapnya.
Salah satu pelaku usaha yang menggunakan semua kanal digital, Andre, mengatakan memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan social-commerce. “Dengan sistem algoritma yang diberlakukan, penjualan bisa terdongkrak,” katanya.
Andre menjelaskan produk yang ia jual merupakan hasil kerja sama dengan konveksi lokal. Jadi pihaknya juga membantu mendorong penjualan produk dalam negeri. “Kami menjual dengan harga dengan keuntungan yang tidak terlalu besar, tapi penjualan bisa banyak. Memang ada insentif diskon dari platform tersebut, namun kuotanya terbatas,” ujarnya.