Dia menuturkan, penelusuran rekam jejak ini penting dilakukan untuk membantu publik guna memahami latar belakang calon anggota KPU-Bawaslu. Salah satunya untuk menjawab pertanyaan apakah kandidat mempunyai keberpihakan atas afirmasi perempuan dan kelompok rentan maupun gagasan terhadap inovasi bagi pelaksanaan pemilu.
Selain itu, Perludem juga mendorong timsel transparan dalam menentukan bobot penilaian peserta calon anggota KPU-Bawaslu. Alat ukur untuk menentukan kandidat lulus atau tidak lulus ke tahap berikutnya harus dijelaskan oleh timsel kepada peserta maupun publik.
“Semakin banyak hal yang tidak dijelaskan oleh timsel atau tidak dibuka kepada publik terkait proses seleksi yang diharapkan oleh banyak pihak bisa berjalan secara berintegritas dan akuntabel ini akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap hasil seleksi itu sendiri,” jelas Nurul.
Sementara itu, pada 24 November, timsel menggelar seleksi tes tertulis dan penulisan makalah bagi kandidat penyelenggara pemilu yang dinyatakan lulus tahap administrasi. Sehari setelahnya, 25 November, kandidat melanjutkan proses seleksi tes psikologi. Semuanya dilakukan secara terpusat di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat.
Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Delia Wildianti, mencatat, tidak ada komposisi nilai tes tertulis melalui computer assisted test (CAT), pembuatan makalah, maupun psikotes. Hal ini memicu pertanyaan dari peserta soal bagaimana timsel mempertimbangkan hasil seleksi dari ketiga tes tersebut.