Ia bukan seorang intelek yang bicara tinggi. Ia bercakap apa adanya. Standar seperti birokrat lainnya, asalkan sesuai norma dan peta rencana yang sudah disiapkan. Tak ada improvisasi berlebihan. Ia tak mau melampaui, tak juga kekurangan. Pokoknya pas sesuai pakem birokrasi.
Ia dipilih mungkin karena kenetralan. Pak Gub butuh Pamongpraja Muda tanpa afiliasi yang menciptakan kotak-kotak. Tanpa pretensi terhadap jabatan berlebihan. Pamong yang mampu menjaga jarak, berdiri di semua warna, termasuk warna merah, krem, dan putih.
Uus punya segudang pengalaman. Merangkak dari bawah. Bukan birokrat bermodal katebelece, apalagi kaleng-kaleng, di suntik biar cepat mengembang. Bukan Pisang Cavendis yang di peram agar lekas masak lalu busuk. Ia menjalani semua tahapan dari Lurah, Camat, Walikota, hingga Sekda.
Kemampuan menempatkan posisi di setiap sirkulasi kepemimpinan membuatnya teruji. Ia tak merasa dizolimi, diisolasi, apalagi dibuang. Baginya semua punya hikmah, proses belajar menunggu waktu terbaik. Ia menyadari semua itu tanpa merasa didiskriminasi, apalagi disalib oleh senior dan yunior.
