Kembali Ke Pancasila dan Konstitusi Asli

Oleh: Yudhie Haryono, Presidium Forum Negarawan

Apa kabar Indonesia? Sungguh! Di atas meja kerja para aktifis terdapat kertas program sangat serius. Isinya beragam kegiatan subtantif. Tetapi, jika diringkas hanya satu: save the nation, save the constitution. Mereka bergerak serentak: now or never.

Sebaliknya, di atas meja kerja para oligark terdapat proposal projek yang tak kalah serius. Isinya juga menggiriskan: save the family, save the corps. Mereka bergerak TSM (terstruktur, sistematik, masif) dan berteriak keras: berkuasa atau dipenjara.

Para oligark untuk semetara, unggul. Mereka menghasilkan kekuasaan plus kurikulum krisis jatidiri. Sementara kaum aktifis kalah perang bertubi-tubi. Kaum idealis remuk redam dan tak menemukan strategi baru perlawanan.

Kurikulum krisis jatidiri menghasilkan kehidupan rakyat Indonesia (KRI) mutakhir yang belajar: lahir untuk menipu, tumbuh untuk mencuri, berkembang untuk merampok dan berbagi dalam KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) secara terstruktur, sistematis dan masif sambil melembagakan praktik kehidupan amoralis dan anti etis di setiap lapis.

Lahir dan berkecambahlah komunitas pemuja sekulerisme, anti kemanusiaan, hobi perpecahan, politik dagang sapi dan kambing hitam, serta distrust society. Selanjutnya, suburlah gerakan fundamentalisme, radikalisme, terorisme, pinjolisme, judolisme dan KKN-isme.

Lalu, semua rakyat semesta ikut ngetuprus tanpa putus. Mereka tergilas dan tenggelam dalam arus besar Indonesia yang kehilangan mimpi menjadi mercusuar dunia; kehilangan daya peradaban non-blok; kehilangan semesta nuklir; kehilangan DNA maritim; kehilangan taqdir hibridasi.

Sesungguhnya, para aktifis cum idealis telah menjawab gamblang: “Indonesia butuh anak kandung ideologis yang mencintai wangi harum tubuh ibu-bapak kandungnya dan wakaf jiwa raga demi kejayaannya.”

Anak-anak patriot pancasila ini paham bahwa dalam banyak sejarah semesta, kekuatan besar tidak dibangun atas fakta, tapi atas narasi. Perang sering dimulai dengan narasi serta diakhiri dengan narasi pula. Dan, narasi yang dominan seringkali menutupi luka paling dalam, membuat korban lupa pada dendam. Padahal, korban seringkali lebih gelap nasibnya dari seribu malam.

So, ayok kita tulis narasi. Agar perang kejeniusan segera dimenangkan. Tulislah. Sebarkanlah. Dominasikanlah. Panenkan keunggulan. Kuasai dapur, siap tempur tanpa ngawur. Terus bernalar, tak henti berpikir.

Terlebih, kita berpikir maka kita mengada. Sungguh! Hidup yang mengada itu mengelola pikiran sebagai kunci mengelola kehidupan itu sendiri. Sebab, dunia luar yang kita ciptakan pada akhirnya hanyalah cerminan dari dunia dalam pikiran kita.

Itu mirip air sungai yang mengalir mengikuti sumbernya, hidup pun mengalir mengikuti sumber pikiran kita. Jika kita ingin mengubah hidup, mulailah dengan mengubah cara kita berpikir. Terlebih, setiap langkah besar yang pernah tercipta di dunia ini, pada mulanya hanya sebuah ide kecil dalam pikiran saja. Maka, mari surpluskan imajinasi (theory of mind).

Imaji besar kita adalah “negara Pancasila.” Sebuah negara yang kini hilang karena diganti jadi negara neoliberal. Sebuah negara yang bersumber dari UUD 1945 yang asli, lalu diganti jadi UUD 2002 yang menyengsarakan. Dus, jika dalam Islam ada gerakan “ar-ruju’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah (kembali kepada al-Qur’an dan al-hadist)” untuk mengatasi kekalahan ummat, maka di Indonesia dibutuhkan gerakan kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang asli untuk mengatasi kekalahan aktifis cum idealis.

Kembali menjadi negara pancasila adalah kembali menunjukkan dan merealitaskan lima prinsip Pancasila dalam kebijakannya: yang berperiketuhanan, berperikemanusiaan, berperipersatuan, berperimusyawarah dan berperikeadilan yang diikat dalam empat program dinamisnya: perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan dan penertiban.

Dengan begitu, semoga kita segera siuman. Kembali jadi warganegara waras. Warga yang memuja kebenaran, merealisasikan moral dan etika kehidupan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *