KOTA BEKASI, Mediakarya – Center Budget for Analisis (CBA) memberikan apresiasi terhadap penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Kerja sama ini dinilai strategis dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup melalui pendekatan edukasi hingga penegakan hukum yang tegas.
Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menyatakan bahwa penandatanganan MoU antara Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dengan Menteri Lingkungan Hidup /Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjadi momentum penting untuk penegakan hukum yang tegas agar pencemaran lingkungan tidak lagi diabaikan.
Penandatanganan yang berlangsung di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025) tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya penegakan hukum lingkungan.
“Ini merupakan langkah yang sangat baik, penting, dan sangat diperlukan. Hal ini menjadi harapan kami sejak awal dan kini dapat terwujud. Mengingat keterbatasan sumber daya manusia di KLH, maka peran Polri dalam penegakan hukum lingkungan harus diperkuat,” ujar Uchok kepada Forum Jurnalis Penggiat Lingkungan, Sabtu (31/5/2025).
Menurut pandangan Uchok, beban kerja KLH saat ini sangat berat. Kementerian tersebut harus berjuang keras mengatasi permasalahan pencemaran yang ditimbulkan dari 343 TPA di seluruh Indonesia yang masih menerapkan sistem open dumping. Belum lagi masalah tempat pembuangan sampah (TPS) liar, pencemaran sungai, pencemaran limbah industri, dan permasalahan lingkungan lainnya. “Semua ini tidak mudah ditangani tanpa dukungan dari pihak kepolisian,” papar Uchok.
Dia juga mengatakan, untuk mengatasi permasalahan TPA yang lokasinya tidak jauh dari kantor KLH saja, pihak kementerian sudah kewalahan. “Kita lihat, TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu yang ada di Kota Bekasi sudah dikenai sanksi administrasi, sedangkan di TPA Berangkeng di Kabupaten Bekasi ada sanksi pidana untuk kepala DLH-nya (Dinas Lingkungan Hidup). Meski begitu, pencemaran lingkungannya hari ini masih terus berlanjut,” kata Uchok.
Sebagai contoh, lanjut Uchok, pencemaran lingkungan di TPA Sumur Batu sudah sangat meresahkan. Tembok pembatas antara zona TPA dengan lingkungan warga dibiarkan hilang dan terbengkalai sejak lama. Akibatnya, lingkungan warga tercemar dengan sampah dan leachate atau air lindi.
“Parahnya lagi, zona TPA tanpa pembatas ini dijadikan pintu masuk ilegal sebagai tempat buangan sampah ke TPA Sumur Batu tanpa retribusi resmi ke pemerintah dan menjadi ajang pungli oleh oknum UPTD TPA Sumur Batu,” ungkap Uchok.
Karena itu, tanpa penegakan hukum yang tegas, maka tidak akan ada efek jera bagi para oknum tersebut. “UPTD TPA Sumur Batu harus dibersihkan, mulai dari kepala UPTD dan jajarannya. Kepala DLH Kota Bekasi juga harus bertanggung jawab,” tegas Uchok.
Seperti diberitakan sebelumnya, praktik pembuangan sampah ilegal di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, Kota Bekasi menjadi sorotan. Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengungkap adanya pengelolaan sampah yang tidak melewati prosedur resmi dan berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi dalam jumlah yang tidak sedikit.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga sekitar, armada pengangkut sampah mulai dari bak motor (baktor) hingga truk, diketahui memasuki zona TPA Sumur Batu melalui jalur samping kawasan, bukan melalui pintu depan resmi.
Armada tersebut tidak membayar retribusi resmi kepada Pemerintah Kota Bekasi, melainkan masuk kantong oknum tertentu. Praktik ilegal tersebut diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Para pembuang sampah ilegal itu diduga membayar setoran kepada oknum tertentu dengan tarif berkisar jutaan hingga puluhan juta per unit per bulan, tergantung jenis armada dan kesepakatan dengan oknum.
“Praktik ini jelas-jelas merugikan PAD Kota Bekasi, di mana ada dugaan kuat menjadi permainan dan uangnya masuk ke kantong pribadi oknum di lingkaran UPTD TPA Sumur Batu,” kata Uchok kepada Forum Jurnalis Penggiat Lingkungan (FJPL), Senin (5/5/2025).
Karena itu, dia mendesak agar kasus ini diusut hingga tuntas. Selain oknum di lingkaran UPTD TPA Sumur Batu, dia juga meminta penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi kemungkinan keterlibatan pihak Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, dan pihak lainnya. “Kalau terjadinya sudah lama, diduga ada pembiaran,” tegasnya.
Uchok menambahkan bahwa TPA Sumur Batu saat ini sudah mengalami kelebihan kapasitas (over load). Ironisnya, kondisi ini justru diperparah oleh sampah yang masuk tanpa membayar retribusi resmi selama bertahun-tahun.
Berdasarkan temuan ini, dia meminta pihak penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut guna mencegah kebocoran PAD yang lebih besar.
“Ini bukan hanya masalah kebocoran pendapatan, tetapi juga pengelolaan sampah yang tidak transparan dan akuntabel,” pungkas Uchok. **