JAKARTA, Mediakarya – Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, lebih dari satu juta seratus ribu rekening terdeteksi terhubung dengan aktivitas aliran dana perjudian berbasis jaringan internet. Jumlah uang yang berputar di dalam jaringan ini melebihi tiga ratus triliun rupiah.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, mengatakan, walaupun landasan hukum untuk mencegah dan menindak pencucian uang serta tindak pidana perjudian di Indonesia sudah sangat jelas dan kuat, kenyataannya masih terdapat celah besar dalam penerapan di lapangan.
“Celah ini menyebabkan banyak rekening pada lembaga perbankan dipakai untuk menampung dan mengalirkan uang kotor dari aktivitas perjudian,” kata Iskandar kepada wartawan, Ahad (17/08/25).
Iskandar mengungkapkan, masalah bukan terletak pada kurangnya aturan, namun, melainkan pada lemahnya pelaksanaan dan kurangnya koordinasi antar lembaga negara.
“Dalam banyak kasus, kelemahan tersebut bahkan menguntungkan pihak-pihak tertentu, sebuah situasi yang dalam hukum dikenal sebagai kelalaian yang disengaja atau fraud by omission,” katanya.
Adapun modus operasi sindikat perjudian adalah menggunakan identitas palsu atau identitas pinjaman, tercatat pada enam puluh lima persen kasus.
IAW membeberkan alur dana dibangun secara bertingkat. Antara lain pemain mentransfer dana ke rekening penampung (collection account). Kemudian, rekening penampung mengirimkan dana ke rekening pengepul (pooling account).
“Selain itu, dana dari rekening pengepul dikirimkan ke bandar, ditukar menjadi mata uang kripto, disimpan pada rekening luar negeri, atau dibelikan aset legal seperti properti dan kendaraan mewah,” kata Iskandar.
Peran rekening tidak aktif atau dormant adalah dua puluh tiga persen rekening perjudian berasal dari rekening tidak aktif yang diaktifkan kembali secara mendadak.
Berdasarkan temuannya, terdapat dua ribu seratus lima belas rekening milik instansi pemerintah yang berstatus tidak aktif dan tidak pernah diaudit selama lebih dari tiga tahun, ini temuan Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2025.
“Dalam periode sepuluh tahun, perputaran dana perjudian mencapai lebih dari tiga ratus triliun rupiah. Pada tahun 2025, setelah dilakukan pemblokiran rekening secara masif, terjadi penurunan tujuh puluh persen transaksi perjudian, dari lima triliun rupiah per bulan menjadi satu triliun rupiah per bulan,” katanya.
Iskandar kembali menambahkan, penerapan regulasi yang tidak konsisten karena hanya sekitar empat puluh persen lembaga perbankan yang telah menerapkan verifikasi biometrik secara langsung dan valid.
“Data kependudukan, data perbankan, dan data intelijen keuangan belum terintegrasi secara waktu nyata,” ungkap dia.
Kelalaian yang menguntungkan, sebab terdapat lima belas kasus pidana yang melibatkan oknum perbankan pada periode tahun 2021 sampai dengan 2024, terkait pelanggaran prinsip mengenal nasabah.
Pertanggungjawaban Hukum dan Moral Perbankan
Berdasar Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, lembaga perbankan wajib memblokir dan melaporkan rekening yang terindikasi terkait tindak pidana pencucian uang. Itu kewajiban. Apakah perbankan pernah mempublikasi kinerja itu?
Padahal peraturan OJK tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme mengatur sanksi berat bagi pelanggaran. Pernahkah OJK mempublikasi secara rutin terkait hal itu?
Pertanggungjawaban moral lembaga perbankan, seharusnya memegang amanah publik. Ketika rekeningnya dipakai untuk perjudian, berarti lembaga tersebut telah gagal menjadi benteng keamanan finansial masyarakat.
Dalam tata kelola korporasi yang baik, pembiaran atau kelengahan yang disengaja sama dengan mengkhianati kepercayaan publik.
Oleh karenanya, IAW memberikan beberapa rekomendasi strategis sebagai berikut: