Diskresi Hakim, Keadilan Substantif, dan Ancaman terhadap Kepastian Hukum Dalam Putusan Tom Lembong

Dr. Padlilah, S.H., M.H.

Oleh: Dr. Padlilah, S.H., M.H. (Advokat dan Akademisi Hukum Universitas Nusaputra)

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, yang menjatuhkan pidana 4 tahun 6 bulan penjara atas dasar pelanggaran administratif dalam proses persetujuan impor gula, memunculkan polemik serius di tengah masyarakat hukum. Hal ini dikarenakan, meskipun tidak ditemukan bukti keterlibatan langsung dalam memperkaya diri atau pihak lain, Majelis Hakim tetap menyatakan bahwa unsur Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor telah terpenuhi.

Analisis Yuridis

1. Unsur “Perbuatan Melawan Hukum” dalam UU Tipikor

Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dipidana…”

Putusan menyebut bahwa Tom menerbitkan surat persetujuan impor tanpa koordinasi lintas kementerian dan tidak menyebutkan secara eksplisit pelaku BUMN sebagaimana ketentuan, lalu tindakan ini dinilai sebagai perbuatan melawan hukum.

Namun yang menjadi persoalan ialah:

Apakah pelanggaran terhadap mekanisme koordinasi administratif dapat serta-merta dikualifikasikan sebagai delik korupsi?

Di mana letak “mens rea” (niat jahat) atau bentuk kesengajaan untuk memperkaya diri atau orang lain?

Exit mobile version