Oleh: Prof. Dr. Muhammad Said
Dalam percakapan akademik, saya sering menjumpai nada skeptis terhadap ekonomi dan keuangan Islam dan yang menarik, tidak jarang datang dari para akademisi sendiri. Mereka menyebut bahwa ekonomi Islam belum mampu menawarkan solusi konkret terhadap problem klasik seperti kemiskinan, pengangguran, atau ketimpangan struktural.
Bahkan ada yang menyebut, ekonomi Islam tak lebih dari “hiasan normatif” dalam dunia kebijakan ekonomi yang serba rasional.
Pandangan semacam itu, meski lahir dari realitas, kerap luput melihat bahwa ekonomi dan keuangan Islam bukan sekadar sistem teknis, melainkan bagian dari perjuangan nilai: nilai tauhid, keadilan, dan kemaslahatan.
Sistem ini memberi ruang bagi hadirnya intervensi Tuhan dengan keajaiban-Nya dan dengan kekuasaan-Nya dalam dinamika kehidupan manusia. Dalam konteks inilah ekonomi Islam bukan hanya ilmu, tapi sekaligus dakwah bil hal dan jihad peradaban.
Syakib Arselan, seorang pemikir besar Arab abad 20, pernah menggugat umat Islam melalui tulisannya yang berjudul Limādzā Ta’akhkhara al-Muslimūn wa Limādzā Taqaddama Ghayruhum (Mengapa Umat Islam Mundur dan Bangsa Lain Maju).
Ia menyatakan bahwa kemunduran umat Islam terjadi karena mereka meninggalkan nilai-nilai agamanya sendiri, lalu mengekor kepada ideologi asing yang menihilkan keseimbangan antara akal dan wahyu. Kita tidak hanya kehilangan semangat, tapi juga kehilangan arah.
Sementara itu, Allah telah mengingatkan kita melalui QS. Al-Baqarah ayat 249:
“Betapa banyak kelompok kecil yang dapat mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang sabar.”
Ayat ini seolah menyentil kita bahwa perubahan tidak selalu menunggu kekuatan besar. Kadang, cukup dengan keyakinan yang kokoh, konsistensi dalam nilai, dan kesungguhan dalam gerakan.
Di tengah skeptisisme itu, ekonomi Islam justru mulai mekar dan menunjukkan daya tumbuh yang luar biasa. Bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Indonesia, Malaysia, Inggris, hingga kawasan Afrika. Indonesia sendiri saat ini tengah menapaki jalur penting menuju episentrum ekonomi syariah global.
Salah satu aktor penting dalam perkembangan ini adalah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI). Organisasi ini telah berkembang luas di seluruh Nusantara, menghimpun akademisi, praktisi, regulator, dan pengambil kebijakan.
Dalam Muktamar Nasional yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada 15–17 Mei 2025, Sri Mulyani Indrawati terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IAEI. Ia juga menjabat sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia, yang membuktikan bagaimana sinergi antara ekonomi Islam dan kebijakan fiskal negara dapat berjalan seiring.
Dalam berbagai kesempatan, Sri Mulyani menegaskan bahwa ekonomi syariah bukan sekadar pelengkap, tetapi arsitektur sistemik alternatif untuk menjawab tantangan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. IAEI di bawah kepemimpinannya memainkan peran strategis dalam memperkuat literasi ekonomi syariah, menyusun kurikulum nasional ekonomi Islam, serta terlibat langsung dalam penyusunan kebijakan publik berbasis nilai-nilai Islam.
Lebih dari itu, Sri Mulyani juga mendorong pengembangan berbagai instrumen inovatif seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan sukuk negara berbasis wakaf yang tidak hanya memperkuat keuangan negara, tetapi juga memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan berbasis spiritualitas dan keadilan sosial.
Melalui IAEI dan berbagai kebijakan yang didorongnya, ekonomi Islam tidak lagi sekadar menjadi kenangan kejayaan masa lalu, tetapi telah menjelma menjadi gerakan kebangkitan peradaban yang berpijak pada nilai.
Maka sudah saatnya kita, para akademisi, birokrat, politisi, dan masyarakat luas, tidak lagi melihat ekonomi Islam dengan kacamata sinis. Sebab di dalamnya, tersimpan kekuatan masa depan umat dan bangsa yang sedang menunggu untuk diwujudkan.
Sebagai bagian dari keluarga besar ekonomi Islam, saya juga ingin menyampaikan ucapan selamat kepada Ibu Sri Mulyani Indrawati, Ph.D., atas terpilihnya kembali sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI).
Beliau telah dipercaya untuk menahkodai IAEI sebagai kendaraan strategis yang menjembatani perjuangan seluruh anak bangsa dari berbagai latar belakang dan wilayah Nusantara dalam satu platform bersama: pengembangan dan pemajuan ekonomi Islam di Indonesia.
Kami mendoakan agar Ibu Ketua Umum senantiasa diberi kesehatan jasmani dan rohani, dimudahkan dalam memimpin IAEI sekaligus Kementerian Keuangan RI, serta dilapangkan aliran dukungan dari seluruh pemangku kepentingan untuk terus meningkatkan kiprah ekonomi dan keuangan Islam secara lebih nyata, inklusif, dan berdampak luas dalam lima tahun ke depan.
Penulis: Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga Alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 23 LEMHANNAS RI.