Gerakan Radikal Masih Mengintai, Prabu Foundation Harap Program Deradikalisasi Tepat Sasaran

Ketua Umum Parasanda Bumi Pertiwi (Prabu) Foundation, H.Asep Muhargono.

BANDUNG, Mediakarya – Ketua Umum Parasanda Bumi Pertiwi (Prabu) Foundation, H.Asep Muhargono mengingatkan pemerintah agar terus mewaspadai gerakan kelompok radikal yang dinilai tumbuh subur di tengah masyarakat.

Terlebih, jelang pelaksanaan pilkada serentak pada 27 November nanti, aparat keamanan dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) untuk mewaspadai adanya gerakan yang berpotensi mengacaukan kontestasi politik.

Untuk itu, dalam meredam dan menyadarkan kelompok radikal itu, menurut dia, tidak cukup melalui pendekatan seminar maupun diskusi terbuka.

Asep mengungkapkan, pola dan gerakan kelompok tersebut kerap menggiring isu soal ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyatnya, dan seolah-olah nagara dalam keadaan genting.

Sehingga kelompok itu mengajak untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dan menyerukan perubahan secara menyeluruh melalui jalan jihad.

“Sebab yang ada di benak mereka (teroris) itu bahwa apa yang dilakukan itu merupakan panggilan jihad. Padahal itu merupakan kekeliruan yang fatal dan pemahaman yang sesat dalam memaknai perjuangan dalam membela Agama Allah,” ujar Asep kepada wartawan di Bandung, Kamis (21/11/2024).

Menurut Asep, jika pola penyadaran terhadap kelompok radikal hanya dengan seminar, terlebih hanya menghadirkan pembicara yang tidak kompeten di bidangnya, dikhawatirkan justru akan menimbulkan masalah baru dan memunculkan opini liar di tengah masyarakat yang akhirnya mengadu-domba antarumat islam.

“Jika menghadirkan narasumber yang tidak berkompeten terkait pemahamannya dalam gerakan atau kelompok radikal, justru dikhawatirkan kian memicu konflik antarumat islam. Sebab kerap mengaitkan organisasi islam tertentu dengan kelompok radikal. Padahal tak ada irisannya sama sekali,” ujar Asep.

Menurut dia, yang perlu diperbaiki dari kelompok radikal itu faham-nya bukan menghadirkan orangnya dalam bentuk fisik melalui seminar. Sebab, jika berbicara pemahaman soal Aqidah mereka (kelompok radikal-red) pastinya lebih pandai dalam mengurai ayat-ayat Qur’an sesuai dengan versi yang dipahaminya.

Justru yang terpenting adalah mengubah pola pikir mereka dari faham yang selama ini mereka anut agar kembali disadarkan bahwa Islam itu merupakan agama Rahmatan Lil Alamin.

“Sebab doktrin yang dianut oleh kelompok tersebut selama ini adalah memaknai bahwa konsep ibadah itu hanya berjihad. Tapi bagaimana berbicara geopolitik dan geostrategis dipastikan tidak menguasai,” katanya.

Praktis semenjak diserukannya Komando Jihad kata dia, beberapa tahun silam, strategi yang dibangun oleh kelompok tersebut selalu pupus.

“Mereka hanya melakukan gerakan sporadis. Bahkan tidak sedikit dari kalangan mereka melakukan tindakan kriminal guna memenuhi kebutuhan perut,” jelas Asep .

Untuk itu, diperlukan pendekatan secara komperhensif terhadap kelompok-kelompok yang diduga berafiliasi dengan Islam radikal.

Pola pendekatan yang paling efektif yakni bagaimana merubah mindset radikal dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan sebagaimana yang pernah dilakukan di era orde baru terhadap kelompok-kelompok ekstrem.

Selanjutnya mereka diberikan pendampingan yang melekat kemudian diperlakukan dengan adil sebagaimana masyarakat yang lain.

“Pemerintah bisa saja merekrut mantan aktivis NII yang kembali ke pangkuan NKRI kemudian tahu betul garis perjuangan yang selama ini diyakini oleh kelompok radikal tersebut,” ujarnya.

Kemudian kelompok yang berafiliasi dengan gerakan radikal itu diberikan pendampingan yang melekat kemudian diperlakukan dengan adil sebagaimana masyarakat yang lain.

“Pemerintah bisa saja merekrut mantan aktivis NII yang kembali ke pangkuan NKRI yang pastinya tahu betul garis perjuangan yang selama ini diyakini oleh kelompok radikal itu,” ujarnya.

Dikatakan Asep, ada dua lembaga negara yang selama ini fokus terhadap penanganan teroris, yakni Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Detasemen Khusus 88. Dua lembaga ini berfungsi dalam rangka pencegahan dan penindakan terorisme di Indonesia.

Asep berharap BNPT terus menjalankan program deradikalisasi yang tepat sasaran sebagai upaya pencegahan aksi terorisme.

Asep menyontohkan, di saat Densus menangkap teroris di Kota A, namun di waktu yang berbeda ada aksi teror di Kota B. Akhirnya yang muncul asumsi publik bahwa Densus 88 hanya penggiringan opini.

“Padahal faktanya yang sesungguhnya pasukan Densus 88 itu untuk menangkap aksi teror harus berjibaku antara hidup dan mati. Dalam kaitan ini Prabu Foundation sangat mengapresiasi kinerja Densus 88,” tandasnya.

Kendati demikian, meski Densus 88 kerap menangkap teroris, aksi teror itu tetap menghantui masyarakat jika program deradikalisasi tidak berjalan dengan efektif dan tepat sasaran.

Exit mobile version