Kelembagaan yang Membebaskan: Koperasi sebagai Jantung Kedaulatan
Namun, energi dan infrastruktur hanyalah tulang dan otot. Jiwa dari transformasi ini terletak pada kelembagaan yang membebaskan. Pengalaman pahit nelayan dan petani kelapa bersumber dari struktur yang meminggirkan: mereka bekerja sendiri-sendiri, tanpa daya tawar, menghadapi pasar yang didominasi sedikit aktor besar.
Di sinilah kewajiban negara (state obligation) menemukan bentuknya yang paling mulia: bukan memberikan ikan, tetapi menciptakan kolam yang dikelola secara adil dan demokratis. Negara, melalui program transmigrasi yang terintegrasi dengan kebijakan ekonomi daerah, harus memfasilitasi lahirnya Koperasi Agromaritim Morotai—sebuah entitas bisnis tangguh yang dimiliki dan dikelola oleh nelayan, petani kelapa, dan para transmigran.
Koperasi ini memiliki divisi yang profesional: Divisi Perikanan yang mengelola cold storage bersama dan negosiasi ekspor; Divisi Perkebunan yang mengoperasikan pabrik pengolahan terpadu; Divisi Energi & Logistik yang mengelola aset bersama. Dengan skema kepemilikan kolektif, nilai tambah ekonomi tidak lagi bocor ke pihak luar, tetapi berputar dalam ekosistem lokal, meningkatkan kesejahteraan anggota dan menciptakan multiplier effect bagi perekonomian daerah.
Pemerintah dapat bertindak sebagai katalis dengan skema pendanaan campuran, dukungan regulasi, dan fasilitasi kemitraan dengan investor yang menjunjung prinsip keadilan. Pembentukan BUMDes/BUMD yang profesional juga dapat berperan sebagai market regulator yang menjaga stabilitas harga dan menjadi off-taker of last resort.
Pendidikan sebagai Benih Peradaban Baru
Akhirnya, semua infrastruktur dan kelembagaan akan mati tanpa sumber daya manusia yang terampil dan visioner. Program transmigrasi ke Morotai harus disertai dengan revolusi pendidikan yang mengakar pada konteks lokal. Calon transmigran dan pemuda Morotai tidak lagi dilatih sekadar sebagai petani atau nelayan tradisional, tetapi sebagai teknokrat ekosistem biru-hijau.
Melalui kolaborasi dengan universitas dan politeknik, dapat dibangun “Akademi Maritim & Agri-Industri Morotai”. Di sini, generasi baru diajarkan ilmu manajemen rantai dingin, teknologi pengolahan hasil perikanan dan kelapa, pemasaran digital produk ekspor, hingga prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Mereka akan menjadi arsitek masa depan Morotai—pengusaha, manajer, dan inovator yang mampu mengelola kekayaan alam dengan cerdas dan berkelanjutan.
