JAKARTA, Mediakarya – Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) menilai pemicu terjadinya instabilitas atau fluktuasi harga daging yang akhir-akhir ini terjadi di tengah masyarakat disebabkan karena kurangnya pasokan khususnya sapi siap potong.
Ketua Umum JAPPDI Asnawi mengungkapkan, bahwa tingkat konsumsi masyarakat terkait kebutuhan daging sapi masih didominasi oleh daging hot meat. Sementara kebutuhan sapi siap potong di Indonesia 93% diimpor dari Australia. Sedangkan ketersediaan sapi lokal hanya sanggup memasok 7% dari total kebutuhan masyarakat.
“Terkait dengan persoalan itu, JAPPDI sempat akan melakukan aksi libur sebagai bentuk protes agar aspirasi para pedagang dapat didengar oleh pemerintah. Namun di tengah perjalanan kami menarik diri setelah ada kesepakatan dengan Kemendag, Satgas Pangan, Kementan dan Badan Pangan Nasional terkait dengan permasalahan daging,” ujar Asnawi saat memberikan paparan dalam webinar ‘Mendukung Pemerintah Stabilkan Harga Daging di Pasaran Jelang Hari Besar Keagamaan’ Selasa (1/3/2022).
Asnawi mengungkapkan, ada beberapa faktor terkait dengan kendala pasokan sapi impor masuk ke Indonesia. Di antaranya adanya pembatasan pasokan kuota dari jumlah produksi tertiggi di Australia yang anya bisa dilakukan untuk ekspor 40%-44%. Kemidian bertambahnya kompetitor dari negara-negara lain seperti Cina dan Vietnam.
“Melihat keadaan seperti itu tentunya sangat berdampak pada harga jual dan harga beli di negara Australia. Hal itu tentu juga berdampak pada harga daging sapi Indonesia,” jelas Asnawi.
Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan daging nasional, JAPPDI meminta agar pemerintah membangun sektor peternakan. Sementara untuk meningkatkan produksi sapi, perlu adanya perubahan genetik dalam penyediaan sapi betina indukan bukan hanya sekedar sapi bunting.