Lebih lanjut, Amstrong menjelaskan, kronologi dari persidangan, karena pada Tanggal 11 April PN Jaksel Menolak Eksepsi Kompetensi yang disoalkan oleh kuasa hukum tergugat 1 pengacara Taripar Simanjuntak cs dan turut tergugat Kementerian ATR/BPN Cq Kanwil BPN DKI Jakarta Cq Kantor Pertanahan Jaksel yang berisi Putusan Menolak eksepsi kompetensi Absolut dari pihak tergugat
“Untuk tergugat 1 dia hanya menyoalkan Kompetensi Absolut dalam Eksepsinya, sedangkan turut tergugat ada 2 poin yang disoalkan gugatan Nebesinidem (ada gugatan yang sudah di putus tapi digugat kembali), dan gugatan Kabur. Untuk dua putusan Gugatan Nebesinidem dan Gugatan Kabur yang disoalkan oleh turut tergugat itu sudah di tolak pada putusan akhir, yang berisi Bahwa Hakim Menolak Eksepsi dari pihak turut tergugat, berarti pikiran majelis hakim sepaham dengan penggugat,” kata Amstrong dalam keterangan tertulis, Jumat (14/7/2023) mempertanyakan hasil Putusan Akhir.
Dengan demikian, sudah jelas poin tergugat 1 hakim sepemikiran dengan penggugat, dan poin Turut tergugat dengan poin 1 dan 2 hakim juga sepemikiran dengan penggugat. Namun, yang membuat aneh dalam putusan akhir ini, kata Amstrong, apa yang membuat Hakim bisa mengatakan penggugat cacat formil ?.
“Dari bantahan siapa ? Karena jika dianalisa dari putusan tersebut kontradiktif 1 dengan putusan yang lainnya. Pada satu sisi hakim menolak eksepsi semua para tergugat 1 dan turut tergugat, disisi lain majelis hakim tersebut mengatakan penggugat cacat formil, ini kan aneh bin ajaib, mohon maap ini bisa dinamakan putusan Halu,” ujar Amstrong.
“Kalau misalnya dasar gugatan tidak dapat di terima oleh majelis hakim, pertanyaannya majelis hakim berdasarkan eksepsi siapa ?,” ujar Amstrong menambahkan.