Alhasil, Perma No.3/2017 yang telah diterbitkan oleh Mahkamah Agung 4 tahun yang lalu belum banyak dijadikan pedoman oleh hakim saat mereka mengadili perkara yang melibatkan perempuan.
“Kami menemukan ada lima hambatan penerapan Perma. Pertama, minimnya sosialisasi dan peningkatan kapasitas hakim; minimnya pemahaman mengenai hak PBH (perempuan berhadapan hukum); terbatasnya ketersediaan anggaran, sarana, dan prasarana pendampingan,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi saat menyampaikan hasil kajian awal lembaganya pada sebuah acara diskusi virtual yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Ia lanjut menyampaikan dua hambatan lainnya yang menyebabkan Perma No.3/2017 belum banyak digunakan oleh hakim saat mengadili perkara terkait perempuan, yaitu terbatasnya ketersediaan psikolog, penerjemah/pendamping untuk perempuan disabilitas.
Terakhir, lemahnya atau tidak adanya koordinasi antarpemangku kepentingan dalam tata kelola proses peradilan pidana, sebut Siti Aminah.