JAKARTA, Mediakarya – Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan kenaikan pangkat kehormatan kepada 14 purnawirawan TNI sebagai penghargaan atas jasa-jasa mereka selama menjadi prajurit aktif.
Penganugerahan kenaikan pangkat itu dilakukan pada Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung Barat, Minggu.
Sebanyak lima orang mendapat penganugerahan menjadi jenderal kehormatan dan enam purnawirawan menerima kenaikan pangkat kehormatan menjadi bintang tiga, dan sisanya mendapatkan pangkat mayor jendral.
Pengamat militer Wibisono menilai bahwa tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darma bakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“Menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian, menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara,” ujar Wibisono dalam keterangan persnya yang diterima redaksi, Senin (11/8/2025).
Namun, pemberian Pangkat Kehormatan oleh Presiden Prabowo Subianto kepada sejumlah jenderal itu ternyata menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurut sebagian pengamat, Berdasarkan UU Pertahanan UU TNI, dan UU tentang tanda jasa dan kehormatan, bahwa kenaikan pangkat (kehormatan) itu sudah tidak tercantum lagi dalam ketiga undang undang tersebut.
Terkait dengan pemberian Pangkat HOR, kata Wibi, hal itu merupakan hak prerogatif presiden, baik itu melalui Keppres atau Perpres, tak melalui UU,
“Maka tak berakibat administratif terhadap gajinya (naik sesuai pangkatnya), dan karena hanya dengan Keppres/Perpres, ketika ada perubahan maka keputusan itu dapat berubah (pangkat kehormatan itu tak berlaku),” pungkasnya. **