“Sistem pemidanaan adalah bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat struktural/fungsional. Selain itu, berfungsinya hukum pidana tentu memerlukan sarana pendukung yang memadai dan tentunya disertai dengan biaya tinggi utuk menangkap pelaku korupsi,” ucap Arif.
Arif berpendapat, usaha memerangi korupsi tidak cukup dengan hanya mengandalkan pendekatan simptomatik seperti yang dilakukan oleh KPK yang pada dasarnya masih pada ranah hilir, dan bukan pada jalur hulu (penyebabnya).
Untuk itu, lanjut dia, agar sampah-sampah tidak terus mengalir ke hilir, maka seharusnya pembenahan pada jalur hulu menjadi suatu keharusan, yaitu dengan melakukan reformasi yang terintegrasi.
Dalam arti, tidak hanya dalam arti sempit (hanya merubah Undang-Undang Tipikor), akan tetapi juga dalam pengertian yang luas, yaitu memperbaharui berbagai Undang-Undang lainnya yang berkaitan erat dengan potensi kemungkinan bagi timbulnya korupsi yang dilakukan oleh para pejabat-pejabat, entah itu bupati, gubernur, menteri atau lainnya.