Presiden Prabowo Rehabilitasi Terdakwa Korupsi ASDP: Momentum Reformasi Pemberantasan Tipikor dan Penegakan Hukum Berkeadilan

  1. Tidak ada penyalahgunaan kewenangan,
  2. Metodologi kerugian negara sesuai standar,
  3. Pelaksanaan peradilan memenuhi asas fair trial.

Dengan demikian, pemeriksaan justru memperkuat legitimasi lembaga penegak hukum.

5. Rehabilitasi Presiden : Koreksi Hukum atau Penyelamatan Reputasi

Rehabilitasi Presiden dalam kasus ASDP setidaknya menyampaikan dua pesan :

A. Pesan Positif :

Negara mengakui perlunya mekanisme koreksi di luar jalur formal peradilan ketika muncul potensi ketidakadilan.

B. Pesan Negatif :

Jika mekanisme koreksi dilakukan melalui keputusan politik, bukan mekanisme peradilan, publik bisa menilai bahwa putusan pengadilan dapat “ditimbang ulang” oleh kekuasaan lain.

Kedua pesan ini menciptakan dilema, tetapi dilema tersebut dapat diselesaikan jika pemerintah dan DPR RI menjadikan rehabilitasi sebagai gagasan awal untuk reformasi, bukan akhir dari proses.

Gagasan reformasi tersebut meliputi:

  1. Standardrisasi metodologi kerugian negara,
  2. Harmonisasi UU Tipikor dengan UU BUMN,
  3. Penghapusan ruang kriminalisasi pada keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik,
  4. Penguatan mekanisme pengawasan terhadap lembaga penegak hukum.
  5. Rehabilitasi Harus Menjadi Pintu Masuk Reformasi Penegakan Hukum

Rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto terhadap terhadap para terdakwa tipikor ASDP mengajarkan tiga hal besar:

Pertama, metodologi kerugian negara dalam kasus BUMN harus direformasi.
Kerugian potensial tidak boleh dijadikan dasar pemidanaan.

Kedua, hukum harus membedakan kesalahan manajerial dari tindak pidana korupsi.
Direksi BUMN tidak boleh dipidana atas risiko bisnis yang wajar.

Ketiga, pemeriksaan terhadap jaksa dan hakim bukan pilihan emosional, tetapi mekanisme akuntabilitas.
Hal ini penting untuk memastikan penegakan hukum tidak menyimpang dari asas keadilan.

Rehabilitasi Presiden seharusnya tidak berhenti sebagai simbol politik, namun harus menjadi momentum memperbaiki kerangka hukum pemberantasan korupsi, khususnya dalam konteks BUMN yang memiliki karakter bisnis tersendiri.

Rehabilitasi Presiden dalam kasus terdakwa tipikor ASDP adalah sinyal penting, keputusan rehabilitasi bisa menjadi ; titik balik perbaikan penegakan hukum, atau sekadar tameng politis untuk menutup kekeliruan sistemis.

Indonesia kini berada di persimpangan, pertaruhan perjalanan bangsa dan negara bukan sekadar nasib tiga mantan pejabat BUMN yang mendapat rehabilitasi presiden pada saat ini, melainkan masa depan tata kelola, kepastian hukum, dan keberanian direksi BUMN dalam mengambil keputusan strategis bagi perusahaan negara, bukan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok maupun golongannya.

Jika reformasi penegakan hukum khusunya terkait tipikor tidak segera dilakukan, kasus tipikor ASDP hanya akan menjadi episode lain dalam sejarah panjang kriminalisasi kebijakan publik. Namun jika dijadikan momentum pembenahan, rehabilitasi ini dapat menjadi fondasi penting bagi penegakan hukum yang lebih adil, profesional, dan berintegritas.

Penulis : Abdul Rasyid – Sekjen DPP LPKAN Indonesia, Aktivis, Pemerhati Kebijakan Publik, Pendidikan, dan kebudayaan. Aktif menulis isu-isu politik, sosial, dan budaya di berbagai media nasional.

Exit mobile version