“Selain itu, kapasitas penegak di Jakarta masih terbatas. Ancaman denda besar tanpa dukungan infrastruktur dan mekanisme pengawasan yang transparan hanya akan menambah beban birokrasi. Bukannya mengurangi masalah kesehatan, perda ini berpotensi menimbulkan korupsi kecil-kecilan dan ketidakadilan di lapangan,”ungkapnya.
Jika pemerintah serius ingin melindungi kesehatan, jelas Agung ada cara lebih manusiawi dan efektif: edukasi publik, ruang merokok yang layak, layanan berhenti merokok gratis, serta kompensasi bagi pedagang yang terdampak. Pendekatan ini lebih realistis, proporsional, dan tidak menindas rakyat kecil.
“Ancaman denda Rp10 juta bukan solusi, tapi beban baru. Perda KTR seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan instrumen represi yang menghukum warga dan pedagang. Tanpa strategi komprehensif, niat baik bisa berakhir sia-sia. Jakarta butuh regulasi yang cerdas, manusiawi, dan adil—bukan sekadar angka denda yang fantastis,” pungkasnya. (dri)