Sampah Jadi Emas, Tapi Negara yang Bau: Saran Terbuka untuk Menkeu Purbaya

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus.
  1.  Sentralisasi kebijakan fiskal, dimana beban daerah dipindahkan ke pusat tanpa dasar undang-undang. Ini akan menambah beban pemerintah pusat, tentu itu berfokus pada Presiden Prabowo.
  2. Erosi otonomi daerah, karena perda dan kewenangan lokal lumpuh oleh regulasi yang baru.
  3. Penyimpangan dari good governance, itu terlihat dari rekomendasi BPK diabaikan total.

Jika diuji di Mahkamah Agung, Perpres ini berpotensi bertentangan dengan UU 23/2014 dan UU 18/2008, karena melanggar pembagian urusan pemerintahan dan sumber pembiayaan publik.

Masukan: negara jangan mau jadi tukang angkut rente

Indonesian Audit Watch menyebut fenomena ini sebagai bentuk neo-ekstraktivisme fiskal, dimana rente ekonomi diciptakan bukan dari sumber daya alam, tapi dari krisis publik, kali ini, dari tumpukan sampah.

*“Jika Danantara benar ingin jadi pemain hijau kelas dunia, sekolahkanlah investasinya, bukan direksinya saja. Ajarkan juga uang negara bekerja dengan akal sehat, bukan dengan api. Sebab yang membakar bukan cuma plastik, tapi juga logika fiskal kita sendiri.”

Saran terbuka IAW untuk Menkeu Purbaya

“Pak Purbaya, Indonesian Audit Watch menyarankan diskusikan ke Presiden Prabowo bahwa jika ingin membangun ekonomi hijau yang sejati, bangunlah tata kelolanya, bukan tungkunya.”

“Jika benar hijau, maka hijaukan semua daerah, bukan hanya kota yang bisa disulap jadi proyek. Jangan bebani APBD untuk menyiapkan lahan proyek yang keuntungannya lari ke pusat. Dan jangan biarkan perda hasil keringat rakyat daerah diinjak oleh regulasi yang dilahirkan bertendensi rente.”

Sebab yang kini menyengat di udara bukan lagi bau sampah rakyat kecil, melainkan bau kebijakan yang sedang membakar uang negara di balik bendera “energi hijau”.

Exit mobile version