Seharuya Mengindurkan Diri, Politisi Senior Golkar Ini Kritisi Penonaktifan Adies Kadir

Politisi senior partai Gokar Ridwan Hisjam.

JAKARTA, Mediakarya – Keputusan Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir dari kepengurusan partai menuai sorotan publik. Langkah ini diambil setelah eskalasi demonstrasi terkait kontroversi tunjangan DPR semakin meluas di sejumlah daerah.

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir sebelumnya menuai kritik keras usai pernyataannya mengenai tunjangan rumah legislator sebesar Rp50 juta per bulan. Ia juga sempat menyebut adanya tunjangan beras Rp12 juta per bulan, meski kemudian mengklarifikasi bahwa data tersebut keliru.

Menurut politisi senior Golkar, Ridwan Hisjam, kasus nonaktifnya Adies Kadir perlu dilihat dalam konteks hukum. Ia menegaskan, dalam Undang-Undang MD3 tidak dikenal istilah “nonaktif” bagi anggota DPR. Hanya ada tiga alasan sah untuk memberhentikan anggota dewan, yakni mengundurkan diri, meninggal dunia, atau diberhentikan melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

“Kalau memang betul-betul mau diberhentikan dari DPR, satu-satunya jalan adalah yang bersangkutan mengundurkan diri. Barulah bisa diproses PAW. Kalau tidak, tidak bisa. Itulah kekuatan dari anggota DPR,” ujar Ridwan dalam keterangannya.

Ia menjelaskan, partai politik memang punya kewenangan besar atas kadernya di DPR, tetapi sejak UU MD3 tahun 2013 berlaku, recall langsung seperti di masa Orde Baru sudah tidak dimungkinkan.

“Selama masih terdaftar sebagai anggota DPR, statusnya tetap berjalan. Bedanya, kalau dinonaktifkan, dia tidak bisa ikut rapat, kunjungan kerja, atau fungsi kedewanan lain. Akibatnya, tunjangan terhenti, tapi gaji pokok tetap dibayarkan,” jelasnya.

Ridwan menilai, langkah nonaktif ini hanya bertujuan meredam amarah publik. Jika masyarakat puas, persoalan dianggap selesai. Namun bila penolakan tetap muncul, partai biasanya melakukan pendekatan lebih lanjut.

“Kalau rakyat masih tidak bisa menerima, sebaiknya yang bersangkutan legowo mengundurkan diri agar PAW bisa berjalan,” tegasnya.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pemecatan juga bukan perkara mudah. Jika dilakukan sepihak, anggota DPR bisa menggugat ke pengadilan, ditambah masih ada proses panjang di Mahkamah Kehormatan Dewan. **

Exit mobile version