- Pidana lingkungan terhadap pengurus korporasi yang kegiatannya terbukti merusak hulu hingga menimbulkan korban jiwa.
- Gugatan perdata lingkungan untuk memaksa korporasi membayar biaya pemulihan DAS yang rusak, bukan hanya santunan simbolis.
- Penerapan tindak pidana pencucian uang untuk membongkar dan menyita keuntungan dari kejahatan lingkungan.
- Sanksi administratif paling maksimal, termasuk pencabutan permanen izin usaha.
- Pemeriksaan oknum pemerintah yang diduga lalai, menyalahgunakan kewenangan, atau mengabaikan rekomendasi audit selama bertahun-tahun.
Inilah saatnya hukum tidak hanya mengejar pelaku di lapangan, tetapi juga menyentuh meja-meja kebijakan!
Dari air mata korban ke titik balik bangsa
Setiap korban yang meninggal bukan sekadar angka. Mereka adalah ayah yang sedang mencari nafkah, ibu yang menyiapkan makan, anak yang belum sempat meraih mimpi, lansia yang seharusnya menjalani sisa hidup dengan tenang.
Negara berutang pada mereka, bukan hanya belasungkawa, tetapi keadilan!
Bencana Sumatera 2025 harus menjadi titik balik, bukan sekadar lembar duka baru. Jika setelah ini hutan tetap digunduli, audit tetap diabaikan, dan hukum tetap tumpul, maka yang kita tunggu bukanlah “apakah bencana akan terulang”, tetapi kapan dan di mana.
Dua puluh tahun sudah cukup sebagai pelajaran. Sekarang waktunya negara membuktikan: apakah ia benar-benar berdiri di sisi rakyat, atau kembali berdamai dengan kerusakan.
Karena di hadapan korban, sejarah tidak ditulis oleh pidato, tetapi oleh keberanian untuk menghukum yang salah, memulihkan yang rusak, dan mencegah air mata berikutnya!




