Kemudian, dugaan praktik mencampur pupuk subsidi dengan non-subsidi untuk mencari margin keuntungan telah merugikan petani, dengan dampak yang meluas hingga menurunkan produksi pangan, produktivitas, dan pendapatan petani.
“Salah satu masalah utama terletak pada sistem distribusi pupuk yang dikelola oleh BUMN. Banyak pupuk yang tidak terdistribusi dengan baik, mengendap di gudang penyimpanan pabrik, dan tidak sampai ke tangan petani,” katanya menegaskan, dilansir dari antara.
Aktivis dan pakar kebijakan publik ini menilai bahwa penyaluran pupuk melalui e-RDKK (rencana definitif kebutuhan kelompok) dan kartu tani, yang seharusnya memudahkan petani, justru sering menimbulkan kendala. Masalah ini menjadi lebih kritis pada musim tanam, di mana petani sangat membutuhkan pupuk, tetapi justru menghadapi kelangkaan.
Timnas AMIN memberikan lima rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan distribusi pupuk petani. Pertama, pemberian subsidi langsung kepada petani. Hal itu bisa dilakukan dengan sistem voucher atau kredit subsidi, yang dapat digunakan petani untuk membeli pupuk sesuai kebutuhan mereka.