DKI  

Transjakarta Menuju Smart Mobility, Fondasi Jakarta 500 Tahun

Istilah itu kemudian diubah, karena penumpang terkesan dapat tidak dengan kurang baik.

“Sejak kami berubah menjadi customer driven, sekarang kami mereka disebut pelanggan. Istilahnya mulai dari direksi sampai petugas di lapangan semua menyebut pelanggan, jadi enggak ada lagi istilah penumpang,” jelasnya.

Menurutnya, perubahan paradigma itu mengubah seluruh orientasi internal Transjakarta.

Dari rapat operasional harian yang semula berfokus pada jumlah bus yang beroperasi, kini menjadi berapa banyak pelanggan yang dilayani.

Dengan paradigma baru itu, pertumbuhan layanan Transjakarta meningkat signifikan. Hingga kini, jangkauan layanan telah mencapai 91,8 persen wilayah Jakarta, ekuivalen dengan akses 9 dari 10 warga dapat menjangkau halte Transjakarta.

“Jadi 9 dari 10 warga Jakarta jalan kaki 5-10 menit ke arah mana pun pasti ketemu halte atau bus stop,” ujar Welfizon.

Transformasi tersebut, kata Welfizon, bukan hanya perubahan istilah, tetapi perubahan paradigma besar di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kini menjadi tulang punggung transportasi Kota Jakarta.

Welfizon menceritakan perjalanan panjang Transjakarta yang sempat masuk mode bertahan selama pandemi Covid-19.

Meski mobilitas warga menurun tajam, Transjakarta tetap beroperasi melayani sektor-sektor esensial.

Exit mobile version