Sedangkan sistem angkutan umum yang selama ini beroperasi belum sesuai tuntutan publik tersebut. Salah satu kelemahan sistem angkutan umum tersebut diisi oleh ojol yang fenomenal tersebut.
Seperti diketahui bahwa Kebutuhan transportasi masyarakat terkait dengan sistem jaringan trayek. Penetapan trayek seringkali tidak sesuai dengan demand publik.
“Sedangkan konflik kepentingan antara operator transportasi publik disatu pihak dan keinginan publik dan dilain pihak dengan pembuat regulasi sering kali tidak sinkron. Karena itu timbul terminologi trayek gemuk dan trayek kering atau kurus,” paparnya.
Mengingat pemerintah yang harus bertanggungjawab atas penyelenggaraan transportasi publik yang lancar, nyaman dan aman, harus dimediasi melalui manajemen kolaboratif, yaitu pembagian peran melalui kontrak, yaitu jaringan trayek kering full diurus Pemerintah, berapapun biayanya, jaringan trayek setengah gemuk dilakukan kerjasama Pemerintah dengan swasta melalui kontrak sedang jaringan trayek gemuk diserahkan ke swasta melalui mekanisme pasar sempurna.
Dengan demikian melalui manajemen kolaboratif tersebut diharapkan penataan transportasi publik dapat mengurai benang kusut persoalan transportasi publik selama ini.
Sebenarnya menurut para ahli dan berbagai kalangan pemerhati transportasi mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta yang berani menerapkan model Jaklingko yang pelayanannya cukup memuaskan masyarakat yang mirip door to door sevices terbatas.
Meskipun kelembagaan usahanya bersifat konsorsium, rentan dengan konflik dapat mengganggu keberlangsungan operasinya.