Wali Kota Bekasi Tak Laporan LHKPN Periode 2024, IAW: Cermin Pemahaman Lemah Terhadap Prinsip Akuntabilitas

Sekertaris Jenderal IAW, Iskandar Sitorus saat melaporkan sejumlah kasus korupsi ke KPK.

KOTA BEKASI, Mediakarya – Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahjono, sejak menjabat dikabarkan belum juga menyampaikan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Periode 2024 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tri Adhianto mengakui bahwa keterlambatan dalam melaporkan LHKPN 2024 tidak terlalu dipersoalkan. Hal ini ia katakan usai Apel Pagi di Plaza Pemkot pada Senin (30/05/26) kemarin.

“Kalo menurut ketentuannya kita tidak harus, padahal pengennya kita melaporkan (LHKPN-Red) karena prosesnya kita sudah lewat, Baru nanti kita melaporkannya tahun depan 2026,” ungkap Tri

Berdasarkan Website Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) e-lhkpn bahwa Periode Pelaporan LHKPN berlangsung dari 31 Desember hingga 31 Maret tahun berikutnya.

Menanggapi hal itu, Sekjen Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menyebut bahwa sikap Tri Adhianto meremehkan kewajiban LHKPN sebagai indikator ketidaksiapan memimpin.

“Sistem LHKPN adalah instrumen dasar akuntabilitas pejabat publik yang telah berlaku puluhan tahun,” ungkap Iskandar Sitorus kepada Mediakarya, Rabu (2/7/2025).

Menurut Iskandar, penyederhanaan kewajiban regulasi dinilai sebagai ancaman terhadap tata kelola pemerintahan yang baik, karena berpotensi melemahkan transparansi dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang.

Iskandar juga mempertanyakan motif di balik tidak disampaikannya LHKPN Tri Adhianto tahun 2024 tersebut.
Padahal, kata dia, dasar hukumnya sudah jelas. Yakni Pasal 5 Peraturan KPK No. 2/2020 mewajibkan pelaporan LHKPN setiap tahun (batas akhir 31 Maret) untuk kekayaan periode sebelumnya.

“Jika Tri Adhianto dilantik pada 20 Februari 2025, sehingga wajib melaporkan kekayaan per 31 Desember 2024 sebelum 31 Maret 2025. Ini adalah waktu yang cukup,” katanya.

Adapun pernyataan Tri Adhianto yang menyebut bahwa tidak harus melapor hingga 2026, dinilai telah bertentangan dengan regulasi, karena masa jabatan parsial tidak menghapus kewajiban pelaporan tahunan.

Iskandar mengungkapkan, pengabaian LHKPN berisiko menormalisasi pelanggaran dan mengurangi deterensi terhadap korupsi.

“Sikap ini mencerminkan pemahaman yang lemah terhadap prinsip akuntabilitas, terutama bagi pemimpin baru yang seharusnya mencontohkan integritas,” ungkap Iskandar.

Untuk itu, IAW mendorong KPK untuk mengklarifikasi kepada Tri Adhianto dan memberikan sanksi administratif jika terbukti melanggar. Sebab, data e-LHKPN KPK harus diverifikasi untuk memastikan kepatuhan.

“Kasus ini bisa menjadi momentum sosialisasi pentingnya LHKPN sebagai ‘alat pencegahan korupsi’, bukan sekadar formalitas,” katanya.

Iskandar menambahkan, keterlambatan pelaporan LHKPN apalagi dengan pembenaran yang keliru, adalah red flag bagi kualitas kepemimpinan dan komitmen anti-korupsi.

“Transparansi kekayaan pejabat adalah harga mati dalam demokrasi, bukan pilihan yang bisa ditunda,” pungkasnya.

Diketahui, Wali Kota Bekasi ‘Tri Adhianto Tjahyono’ beserta Wakil Wali Kota Bekasi ‘Harris Bobihoe’ dilantik 20 February 2025. (Mm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *