JAKARTA, Mediakarya – Indonesia Audit Watch (IAW) menilai pemberian abolisi terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Trikasih Lembong atau Tom Lembong merupakan sinyal dari Presiden Prabowo Subianto agar penegak hukum menindak seluruh mafia gula.
Pendiri IAW Iskandar Sitorus menilai publik sempat dibuat bingung ketika Presiden Prabowo Subianto menerbitkan abolisi terhadap vonis Tom Lembong, apakah ini pengampunan terhadap elite?.
“Tapi kalau dicermati secara hukum dan politik, abolisi ini justru merupakan sinyal korektif dari Presiden bahwa proses hukum terhadap Tom cacat sejak awal,” ujar Iskandar Sitorus kepada Mediakarya, Senin (4/8/2025).
Iskandar menuding sanksi hukum terhadap Tom Lembong berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang secara hukum bukan lembaga audit konstitusional.
Padahal, dalam sistem keuangan negara Indonesia, satu-satunya auditor negara yang sah secara konstitusi adalah BPK Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana ditegaskan Pasal 23E UUD 1945 dan UU Nomor 15 tahun 2006.
“Maka, abolisi ini bisa dibaca sebagai koreksi terhadap proses hukum yang tidak adil dan sekaligus teguran keras terhadap sistem hukum yang hanya menghukum satu orang dalam kejahatan kolektif,” katanya.
Hanya Tom yang dihukum padahal 91 kasus diabaikan
Dalam 20 tahun terakhir, BPK mencatat ada 91 kasus penyimpangan impor gula dari 2004 hingga 2024 dengan potensi kerugian negara mencapai Rp31,6 triliun.
“Tapi anehnya hanya satu orang yang dihukum secara pidana, yakni Tom Lembong, itu pun dengan dasar audit BPKP. Padahal menurut hukum, audit BPKP hanya untuk konsumsi internal Presiden dan tidak bisa dipakai sebagai alat bukti pidana,” kata Iskandar.
Dia juga mempertanyakan kenapa Kejaksaan dan KPK selama dua dekade hanya memproses 7 dari 91 kasus. Sisanya didiamkan begitu saja.
Padahal berbagai LHP BPK menyebutkan pola yang sama yakni mark-up, penyelundupan kuota, dan penyimpangan wewenang dalam penetapan harga serta volume impor gula.
Oleh karena itu, kata Iskandar, pemberian abolisi terhadap Tom merupakan sinyal dari Presiden saatnya Kejaksaan Agung bertindak. Abolisi ini bukan berarti mengakhiri proses hukum.
“Justru sebaliknya, abolisi terhadap Tom Lembong adalah peringatan keras dan sinyal eksplisit dari Presiden Prabowo kepada Kejaksaan Agung dan KPK untuk melanjutkan proses penyidikan dan penuntutan kepada Menteri Perdagangan lainnya yang terlibat dalam kebijakan dan permainan kuota impor gula,” jelasnya.
Dia juga menilai, presiden seperti sedang berkata secara halus: “Kalau hanya Tom yang kalian hukum, maka saya cabut hukumannya. Tapi saya minta kalian lanjutkan proses terhadap yang lain”
“Ini bukan spekulasi. Ini tanggung jawab penegakan hukum sistemik. Abolisi adalah mekanisme korektif terhadap salah tangkap dan salah sasaran, serta sekaligus membuka jalan agar Kejaksaan tidak lagi hanya berani pada satu orang, tapi juga berani menyasar struktur mafia gula yang melibatkan lebih dari satu rezim dan lebih dari satu pejabat negara,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tom Lembong hanyalah bagian dari lingkaran pengambilan kebijakan yang lebih besar. Kebijakan impor gula tidak mungkin dilakukan tanpa persetujuan lintas kementerian dan intervensi dari pengusaha besar. Justru dalam persidangan Tom, fakta-fakta menunjukkan bahwa banyak pihak lain yang terlibat namun tak tersentuh hukum.
“Kalau hanya Tom yang dijadikan tersangka, maka itu artinya hukum telah dijadikan alat balas dendam, bukan alat keadilan,” tuturnya.
Terkait dengan abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong dari Presiden Prabowo atas kasus tindak pidana kebijakan impor gula, IAW merekomendasikan agar Kejaksaan Agung harus sesegera membuka kembali 84 kasus impor gula yang terhenti, menggunakan LHP BPK sebagai dasar hukum yang sah.
Selain itu, IAW juga mendesak Kejaksaan Agung untuk memeriksa kembali seluruh nama dan institusi yang muncul dalam persidangan Tom Lembong.
Kemudian, Kejaksaan Agung maupun KPK diminta menyelidiki jaringan mafia kuota dan persekongkolan harga dalam sistem impor gula nasional.
“Selain itu, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial diminta menilai kembali yurisprudensi perkara Tom, dan menyusun pedoman baru agar audit BPKP tidak lagi digunakan dalam perkara pidana,” katanya.
Selanjutnya, IAW meminta Presiden Prabowo melanjutkan reformasi penegakan hukum dengan membentuk Tim Audit Khusus atas seluruh izin impor di sektor pangan 2004–2024.
Iskandar menambahkan, Presiden sudah bicara melalui abolisi. Saatnya giliran Kejaksaan membuktikan bahwa hukum bukan untuk satu orang, tapi untuk semua yang bersalah.
“Karena, jika tidak, abolisi ini akan dipahami publik sebagai perlindungan politik. Tapi jika ditindaklanjuti secara adil dan menyeluruh, maka abolisi Tom Lembong akan tercatat dalam sejarah sebagai langkah pertama menuju keadilan sistemik,” pungkasnya. (Red)