JAKARTA, Mediakarya – Pendiri Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi menilai peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Polri hingga mencapai 76,2 persen dalam survei Litbang Kompas Oktober 2025 merupakan pencapaian luar biasa yang layak diapresiasi.
“Angka ini bukan sekadar refleksi dari keberhasilan komunikasi publik atau perbaikan citra, melainkan bukti bahwa Polri mampu bekerja dengan cepat, terukur, dan adaptif dalam memulihkan legitimasi institusi pasca ujian berat kerusuhan Agustus 2025,” ungkap Haidar Alwi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Mediakarya, Jumat (14/10/025).
Dalam waktu singkat, Polri menunjukkan kemampuan untuk membalikkan tekanan opini publik, mengembalikan rasa percaya masyarakat, dan memastikan kembali posisi sebagai salah satu pilar utama keamanan nasional.
“Keberhasilan ini tidak terjadi secara spontan. Di baliknya terdapat peran strategis Tim Transformasi Reformasi Polri yang dibentuk langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai mesin penggerak perubahan dari dalam,” katanya.
“Tim ini bukan hanya simbol reformasi, melainkan instrumen manajerial yang memastikan setiap lini organisasi bergerak serempak menuju ke arah yang lebih profesional, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik,” imbuh dia.
Kendati demijian, lanjut Haidar, tim tersebut baru dibentuk sekira 3-4 pekan menjelang survei Litbang Kompas dilaksanakan, sesungguhnya Dia pun menyebut Kapolri telah mengambil langkah reformasi sejak satu atau dua hari pasca kerusuhan.
“Bagaimana mengendalikan situasi, memberikan keadilan bagi korban, serta menindak pelaku secara transparan,” ujar dia.
Reformasi yang dijalankan Polri kali ini terasa lebih konkret. Terlihat dalam peningkatan kualitas pelayanan administratif, respon cepat terhadap laporan masyarakat, dan peningkatan sikap humanis aparat di lapangan.
“Polri tidak lagi sekadar menegakkan hukum, tetapi juga memperbaiki cara mereka dipersepsikan dan dirasakan oleh masyarakat,” pparnya
Yang menarik, lanjut dia, peningkatan kepercayaan masyarakat terjadi di tengah ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi terhadap kinerja aparat. Di era keterbukaan informasi, satu kesalahan kecil dapat langsung viral dan menciptakan krisis reputasi.
Polri menyadari hal ini, dan dengan kepemimpinan yang lebih terbuka, institusi ini justru menjadikan kritik sebagai bahan bakar perubahan. Di bawah kendali Kapolri, strategi komunikasi Polri kini lebih tangkas, berbasis data, dan berorientasi pada solusi, bukan defensif.
“Pendekatan seperti ini berhasil meredam narasi negatif yang sempat mendominasi pasca-kerusuhan. Sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa Polri mampu berbenah dengan cepat dan nyata,” ungkap Haidar.
Namun, keberhasilan ini juga membawa tantangan baru. Masyarakat yang percaya, meski meningkat, tetap bersifat dinamis. Ia harus dijaga melalui konsistensi perilaku dan kebijakan.
Polri tidak boleh terjebak dalam euforia angka survei. Tantangan reformasi terbesar justru ada pada tahap menjaga momentum. Memastikan bahwa yang telah dimulai tidak berhenti pada fase pemulihan citra, tetapi benar-benar melembaga menjadi budaya kerja baru.
“Kedisiplinan, integritas, dan transparansi harus terus dijaga sebagai semangat baru Polri yang modern dan fokus pada kepentingan rakyat” harapnya.
Haidar menambahkan, kritik publik tidak perlu dianggap sebagai ancaman, tetapi sebagai mekanisme sosial yang membantu Polri tetap relevan dan akuntabel. Keterbukaan terhadap kritik inilah yang akan membedakan Polri lama dan Polri baru.
“Ke depan, Polri perlu memperkuat pengawasan internal yang lebih independen, memperluas kanal pengaduan masyarakat yang mudah diakses, serta mempercepat digitalisasi layanan publik agar transparansi dapat terjamin secara sistemik,” katanya.
Pemulihan kepercayaan masyarakat pasca krisis adalah bukti ketangguhan Polri sebagai institusi negara yang mampu beradaptasi di tengah tekanan sosial dan politik. Namun pencapaian ini hanya akan terjamin bila semangat perbaikan dijaga secara berkesinambungan.
“Polri hari ini telah menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin dan nyata. Tugas berikutnya adalah memastikan bahwa perubahan tersebut menjadi permanen. Bahwa Polri tidak hanya dipercaya karena berhasil memperbaiki citra, tetapi karena benar-benar menjadi simbol keadilan, menjaga, dan melindungi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.




