JAKARTA, Mediakarya – Persoalan mafia tanah seperti yang belakangan dialami salah satu pesohor tanah air, Nirina Zubir, turut mendorong sejumlah kalangan mendesak agar penegak hukum dapat membongkar praktik yang kerap merugikan masyarakat tersebut.
Kasus serupa juga terjadi di Jawa Timur, di mana pada Kamis (3/12/2021) masyarakat dihebohkan dengan adanya eksekusi tanah seluas 7.000 m2 yang terletak di Jalan Tunjungan Nomor 80 Surabaya.
Ketua Umum Pusat Kajian dan Advokasi Tanah (PUKAT), M. Mufti Mubarok mengungkapkan bahwa pihanya bersama Ketua Umum Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Mohammad Ali Zaini menyoroti kejadian eksekusi tersebut.
Menurutnya terdapat beberapa hal yang perlu dilihat dari berbagai aspek. Pertama, dari aspek sejarah, bahwa Loka Pamitran sebagai pemilik aset awal merupakan termasuk organisasi yang dibubarkan karena berafiliasi dengan Organisasi Mason yang dibubarkan Pemerintah.
Kedua, dari aspek legal standing, organisasi yang telah dibubarkan, tidak mungkin dapat dihidupkan kembali dengan nama atau identitas yang sama. Ketiga, dari aspek perolehan aset/tanah, pihak BPN seharusnya membuat argumentatif secara hukum serta kronologisnya.
“Kasus tanah dapat menimpa siapa saja. Termasuk institusi yang selama ini mengurusi pertanahan. Oleh karenanya kami sangat menyayangkan atas peristiwa ini. Saat ini Arek Suroboyo juga sedang dihadapkan dengan problematik Surat Ijo,” tandasnya.
Sementara itu Ketua LPKAN Mohammad Ali Zaini mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap dalang mafia tanah di sejumlah daerah.
Menurut dia, pratik mafia tanah di sejumlah daerah tidak mungkin dilakukan oleh orang-perorang tanpa melibatkan oknum BPN dan Notaris.
“Oleh karena itu, LPKAN sangat mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo agar aparat penegak hukum memberantas mafia tanah di Indonesia,” tegas Ali.