Susilo menyebutkan bahwa pengembangan integrasi telah dilakukan sejak awal berdirinya Transjakarta, dan kini menjadi dasar dari sistem JakLingko.
“Ada enam pilar utama dalam sistem ini yaitu integrasi fisik, integrasi jadwal layanan, integrasi lintasan atau rute, integrasi data dan informasi, integrasi sistem pembayaran, dan integrasi paket tarif,” jelasnya.
Dia menambahkan, penerapan sistem tarif maksimum Rp 10.000 untuk perjalanan maksimal tiga jam yang dimulai sejak 2017-2018 merupakan bagian dari strategi agar pengeluaran warga untuk transportasi tetap terjangkau.
“Tujuannya agar pengeluaran masyarakat untuk transportasi tidak melebihi 5-10 persen dari pendapatan, sehingga lebih banyak dana bisa digunakan untuk kebutuhan lain,” ujar Susilo.
Meski demikian, ia menekankan pentingnya keseimbangan antara keterjangkauan tarif dan keberlanjutan operasional.
“Transjakarta tetap harus survive secara bisnis, karena itu, penentuan tarif harus memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat,” tegasnya.
Susilo mengungkapkan bahwa Pemprov DKI Jakarta menargetkan peningkatan signifikan dalam penggunaan angkutan umum dalam dua dekade mendatang.
Saat ini share pengguna transportasi publik baru sekitar 22 persen, dengan target naik menjadi 55-60 persen pada tahun 2045-2050
Selain itu, kebijakan transportasi Jakarta ke depan akan menempatkan pejalan kaki dan pesepeda sebagai prioritas utama.




