JAKARTA: Tanggal 1 Januari 2020 bijih nikel menjadi komoditas tambang yang pertama dilarang ekspor oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan alasan agar Indonesia menjadi produsen utama barang-barang berbasis nikel. Jokowi tekankan Indonesia akan jadi produsen utama produk berbahan nikel seperti litium baterai, baterai listrik, dan kesempatan untuk membangun ekonomi hijau.
“Larangan ekspor bijih nikel yang dikumandangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah niat yang baik terlebih kepada kita disajikan maksud dan tujuannya. Itu hakikat dari pemimpin untuk mensejahterakan rakyatnya. Namun niat itu tidak semudah itu akan mulus terwujud dalam kerangka pertarungan bisnis dunia terlebih guna membangun ekonomi hijau. Menurut kajian IAW sekarang niat Presiden Jokowi justru terlihat tidak didukung dengan maksimal oleh instrumen pemerintah,” kata Iskandar Sitorus Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) usai ditemui wartawan, Sabtu (1/7/2023), di Jakarta.
Maka dari itu, Iskandar menjelaskan terkait tatakelola pertambangan nikel Indonesia yang memanas di dunia internasional akibat digugat 15 negara Uni Eropa ke organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO) serta temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait ekspor bijih nikel, di Jakarta Kamis 29/6/2023.
Januari 2020 KPK sebut ada, 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton bijih nikel (nickel ore) diekspor ke China secara ilegal sampai Juni 2022. Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria mengatakan dugaan ekspor ilegal itu diketahui dari situs web Bea Cukai China. Berdasar data KPK terdapat selisih data ekspor nikel dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Bea Cukai China mengenai impor bijih nikel dari Indonesia. Tahun 2020 tercatat impor 3.393.251.356 kilogram biji nikel dari Indonesia dengan nilai 193.390.186 dollar Amerika Serikat.