Daerah  

Kapal 30 GT Serbu Zona Nelayan Kecil, Aturan Cuma di Atas Kertas

Kedua, pemberdayaan kelembagaan nelayan menjadi kunci. Koperasi nelayan setempat, seperti Koperasi Desa Merah Putih di Morotai, perlu dikembangkan menjadi koperasi yang tangguh dan terintegrasi. Lembaga ini dapat mengelola unit usaha es, menampung hasil tangkapan anggota, hingga membuka akses pemasaran yang lebih luas. Keberhasilan Koperasi Mina Jaya di Bitung membuktikan bahwa koperasi yang dikelola secara profesional mampu mendongkrak pendapatan nelayan hingga 40%.

Menyikapi hal ini, Kepala SKPT Daeo Majiko, Mahlil Aweng, menawarkan solusi operasional. “Guna mencegah pelanggaran perizinan usaha perikanan, kapal-kapal berukuran di bawah 10 GT dari luar Morotai seharusnya melakukan pendaratan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Daeo Majiko atau SKPT Morotai,” paparnya. Langkah ini, menurutnya, sejalan dengan upaya peningkatan produksi. “Dengan adanya peningkatan produksi yang terdata, peluang investasi untuk membangun Unit Pengolahan Ikan di Morotai akan semakin terbuka lebar,” tambah Mahlil.

Peran Strategis Pemerintah Daerah sebagai State Obligation

Pemerintah Daerah (Pemda) harus mengambil peran yang lebih aktif dan tidak hanya menjadi fasilitator pasif. Sudah waktunya Pemda Maluku Utara dan Kabupaten Pulau Morotai membentuk Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Perikanan yang kuat dan profesional. Perusda ini bukan untuk bersaing secara tidak sehat dengan swasta, melainkan untuk menjadi countervailing force dan market regulator yang menjamin keadilan.

Pembentukan Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Perikanan yang profesional dapat menjadi penyeimbang pasar. Perusda dapat mengelola cold storage dengan energi terbarukan, menjadi pembeli dengan harga wajar, dan membuka akses pasar internasional. Keberhasilan Perusda di NTT yang menaikkan harga tuna 25% patut dicontoh.

Pembinaan SDM Berkelanjutan: Kolaborasi Pemda, KKP, dan institusi pendidikan seperti Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung dapat menyelenggarakan program sertifikasi kompetensi dan magang untuk pemuda Morotai di bidang manajemen rantai dingin, teknologi pengolahan, dan pemasaran digital.

“Ujian sebenarnya dari hilirisasi tuna di Morotai adalah sejauh mana nilai tambah ekonomi dapat dinikmati oleh para nelayan, ujung tombak sektor ini. Sejarah Bandara Pitu Morotai sebagai pangkalan strategis global harus menjadi inspirasi untuk menulis sejarah baru: menjadikan Morotai sebagai pusat hilirisasi tuna yang berkeadilan, tempat nelayan bukan lagi penonton, melainkan pemain utama di laut mereka sendiri,” tutup Dr. Rachma. (hab)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *