Korupsi Timah dan Monasit: Sirkuit Kejahatan Sistemik Dan Ujian Integritas Kejaksaan Agung

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus.
  • Pengawasan RKAB yang lemah, temuan BPK berulang pada Kementerian ESDM, kerap ditemukan ketidakakuratan dan kelemahan verifikasi RKAB, yang dimanfaatkan untuk menyelipkan produksi ilegal.
  • Pembiaran tambang ilegal di kawasan konsesi, temuan di berbagai wilayah, BPK mencatat lemahnya pengawasan lapangan dan penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal di dalam wilayah IUP.
  • Rendahnya efektivitas penerimaan PNBP Minerba, rekomendasi BPK berulang yakni terdapat kesenjangan antara potensi dan realisasi penerimaan, didorong oleh manipulasi data produksi dan harga.
  • Ketergantungan pada self-assessment sebagai sesuatu kritik struktural BPK menyebut: sistem yang terlalu mengandalkan laporan korporasi tanpa cross-check memadai menciptakan celah manipulasi besar.

Rekomendasi BPK selama ini, seperti penertiban administrasi, penagihan PNBP, dan penguatan pengawasan, ternyata hanya menjadi siklus laporan tanpa “gigi” penindakan. Kasus Timah membuktikan bahwa tanpa penegakan hukum pidana yang tegas terhadap korporasi dan pengambil kebijakan, rekomendasi BPK hanyalah remedi kosmetik bagi penyakit sistemik.

Titik berat analitis: dugaan kejahatan tanah jarang (Monasit)

Temuan Monasit adalah game changer. Monasit mengandung logam tanah jarang (rare earth elements/REE) yang merupakan komoditas strategis untuk industri high-tech dan pertahanan. Dugaan bahwa mineral ini telah dikumpulkan dan mungkin diselundupkan mengangkat status perkara Timah ke level yang lebih serius, sebab:

  1. Pelanggaran UU Minerba karena Monasit adalah mineral ikutan yang harus dilaporkan dan menjadi hak negara. Pengumpulan tanpa izin dan tanpa pembayaran PNBP adalah pelanggaran.
  2. Dugaan penyalahgunaan izin smelter Timah, sebab izin pengolahan untuk timah tidak otomatis mencakup pemisahan dan penguasaan mineral ikutan strategis.
  3. Kejahatan terhadap ketahanan nasional, sebab jika terbukti diselundupkan, ini bukan hanya korupsi aset, melainkan penggerogotan kedaulatan teknologi dan pertahanan bangsa di masa depan.
  4. Kerugian berlapis karena negara kehilangan nilai ekonomi Monasit itu sendiri, kehilangan kesempatan mengembangkan industri hilir strategis, dan berpotensi memperkuat pesaing geopolitik.

Analisis ini mendorong Kejagung tidak hanya melihat Monasit sebagai “barang bukti tambahan”, tetapi sebagai subjek perkara pidana baru yang terhubung dengan jaringan korupsi utama.

*Ujian terbesar Kejagung antara histori dan obilivion*

Kejagung kini di persimpangan sejarah. Kredibilitasnya dipertaruhkan pada kemampuan menjawab tiga tantangan inti:

Exit mobile version