Lantik Mantan Pengguna Narkoba Jadi Camat, Wali Kota Bekasi Dituding Tak Sejalan Dengan Semangat Kemendagri

Wamendagri Bima Arya (Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Aparatur sipil negara (ASN) diibau memiliki tanggung jawab utama untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, menjauhi praktik tidak etis, serta menjaga integritas dan kepercayaan publik. Hal tersebut diungkapkan Wamendagri Bima Arya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (29/11/2015).

Pernyataan Wamendagri Bima Arya itu ternyata berbanding terbalik dengan realitas kebijakan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang dinilai telah mencederai semangat pemerintah pusat dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.

Sebelumnya, Tri Adhianto dituding mengabaikan etika pemerintahan dan menutup mata terhadap rekam jejak pejabat yang merupakan narapidana kasus penyalahgunaan narkotika itu setelah keputusannya melantik Budi Rahman sebagai Camat Medansatria.

Sejumlah kalangan juga mempertanyakan soal dilantiknya Budi Rahman yang sebelumnya diduga sebagai pengguna narkoba, namun atas pertimbangan apa sehingga yang bersangkutan diangkat sebagai camat Medansatria.

Padahal dalam amanatnya, Wamendagri mengungkap bahwa prinsip praktik tidak etis, serta menjaga integritas dan kepercayaan publik menjadi fondasi penting bagi Indonesia untuk mencapai status negara maju, sebab ASN berintegritas dan berjiwa melayani publik akan menghadirkan pemerintahan yang efektif.

“Syaratnya adalah kita harus punya pemerintahan yang efektif. The government who is governing, pemerintahan yang memerintah, yang berfungsi dan melayani,” kata Bima.

Hal itu disampaikan Bima saat menutup kegiatan Pelatihan Kepemimpinan Administrator dan Pelatihan Kepemimpinan Pengawas Angkatan II Tahun 2025 di Kantor PPSDM Kemendagri Regional Yogyakarta.

Bima menjelaskan secara umum terdapat dua karakter ASN. Pertama, ASN dengan karakter egois yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Kedua, ASN dengan karakter altruistis yang menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi.

Ia mengingatkan bahwa karakter pertama itu harus dihindari karena dapat menghambat ritme organisasi dan mengganggu kinerja kolektif.

Selain itu, Bima juga mengklasifikasikan tipe ASN dalam tiga kategori. Tipe pertama ialah ASN yang pasif, enggan bergerak, dan hanya fokus pada diri sendiri. Meski tidak terlalu membahayakan secara sosial, tetapi kelompok ini tidak memberi kontribusi signifikan terhadap institusi.

Tipe kedua merupakan ASN yang memiliki keinginan berkontribusi, namun belum berani keluar dari zona nyaman. Adapun tipe ketiga adalah ASN yang berpikir visioner, mampu melihat kebutuhan masa depan, dan berupaya menghadirkan perubahan positif.

“Nah, untuk itu Bapak-Ibu sekalian ini yang paling penting. Please know your limit. Bapak-Ibu harus tahu ada di mana. Ini penting lho, know your limit,” imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Bima juga berharap agar peserta pelatihan dapat memanfaatkan momentum untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas diri.

Ia mendorong para ASN agar tidak hanya menyerap materi, tetapi juga mampu menciptakan peluang bagi pengembangan diri di masa mendatang.

Bima mengingatkan ASN agar senantiasa bekerja profesional, menjauhi sikap pragmatis, dan tidak terjebak dalam perilaku transaksional.

“Saya doakan kepada Bapak-Ibu untuk bisa bertahan, istikamah, menaklukkan semua jebakan, dan menimbun semua kesempatan dan momentum,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Trinusa Bekasi Raya, Maksum Alfarizi atau Mandor Baya, ikut mengecam dan menuntut pembatalan pelantikan tersebut.

Dia menuding keputusan Tri dianggap merendahkan marwah Kota Bekasi, yang disebut masih memiliki banyak sosok kompeten untuk menduduki pemerintahan.

“Dengan dilantiknya mantan pengguna narkoba sebagai camat Medan Satria, ini seperti tidak ada lagi putra putri terbaik Kota Bekasi,” ungkap Mandor Baya, Sabtu (29/11/2025).

Ia juga menegaskan penolakannya sebagai warga Medansatria yang tak ingin dipimpin oleh seorang yang melakukan pelanggaran hukum, terlebih menjadi pemakai narkoba.

“Atas nama pribadi dan Lembaga Trinusa, saya sebagai masyarakat Kecamatan Medansatria, menolak keras mantan penyalahgunaan obat terlarang untuk memimpin di wilayah kami,” tegasnya.

Mandor Baya menilai Tri Adhianto dan Abdul Harris Bobihoe telah lalai serta tidak menjalankan fungsi kontrol dalam proses penilaian ASN.

Ia menegaskan jika jabatan publik, seperti camat menuntut integritas dan rekam jejak bersih, bukan sekadar kedekatan politik.

“Masa mantan pengguna narkotika diberikan jabatan sebagai camat, apa tidak ada lagi ASN yang memiliki rekam jejak dan lebih layak diangkat sebagai camat,” kecam Mandor. (Ag)

Exit mobile version