Arifin menambahkan, sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia, rakyat Indonesia punya semangat saling membantu yang tinggi. Lembaga filantropi seperti BAZNAS berperan strategis untuk membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Filantropi ini bisa diandalkan untuk bangkit dari krisis. Tahun ini memang ada kegaduhan (akibat kasus ACT), 44 persen penduduk sempat tidak percaya kepada lembaga filantropi. Tapi pada Desember ini, bisa naik 20-30 persen kepercayaan masyarakat.” ujarnya.
“Tahun ini, lembaga filantropi mengelola Rp26 triliun, ini yang resmi. Sehingga, negara yang baik, ternyata sektor sosialnya, semakin besar. Lembaga filantropi tumbuh, dan kami masih optimistis untuk 2023.”
Ronal Surapradja menyerukan hal serupa. Menurut dia, industri kreatif masih perlu dukungan kuat pemerintah. Pasalnya, industri kreatif jadi salah satu penopang ekonomi masyarakat dari kelas bawah hingga menengah. Penetrasi digital yang begitu massif, harus dijadikan peluang untuk meningkatkan devisa negara dari sektor industri kreatif.
“Misal, dukungan dengan perbaikan sarana publik yang menopang konser-konser kelas dunia. Saya, sampai saat ini, tidak pernah nonton konser artis kelas dunia di Indonesia, Lebih memilih ke Singapura. Padahal artisnya sama, bandnya sama. Kenapa? karena di sana lebih nyaman dan tertib,” ujar Ronal.
Namun, Ronal mengakui, masih sedikit artis yang peduli akan dunia politik. Padahal, posisi publik figur seperti artis, seharusnya bisa berperan lebih banyak lagi.
“Artis, konsen ke politik gak? menurut pengamatan saya, tidak. Saya peduli politik, tapi tidak melakukan apa-apa. Temen-temen artis ini banyak melakukan kerja, kerja, kerja. Soal politik kami tidak ikutan, karena kebutuhannya masih terpenuhi. Karena kebutuhan kami belum kecolek. Saya sangat jarang punya teman artis untuk berdiskusi soal politik,” ujar Ronal.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menuturkan, diskusi khusus tutup tahun kali ini dihelat dengan semangat menjaga optimisme. Optimis bahwa pemilu 2024 tak akan ditunda, dan yakin masih ada orang-orang dengan integritas tinggi dan beretika yang pantas untuk jadi presiden Indonesia yang kedelapan.
“Pembelahan penundaan pemilu hanya ada di media sosial. Di dunia nyata, sama sekali tidak ada pembelahan. Yang anehnya, saat pejabat bilang pembelahan itu ada, seolah menegaskan pemerintah gagal mengimplementasikan sila ke-3, persatuan Indonesia,” ujar Hensat.