Oleh: Bagong Suyoto
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)
Kabupaten Bekasi digemparkan sengatan petir operasi tangkap tangan. Pendeknya OTT. KPK menjaring OTT Bupati Bekasi Ade Kuswara bersama ayahnya Kepala Desa Sukadami HM Kunang, dan delapan orang lainnya pada 18-19 Desember 2025.
Hadiah akhir tahun sangat memalukan dan jelas, mata pedang hukum melesat tepat sasaran. Ade Kuswara diseret ke penjara KPK dan jadi tersangka ijon proyek infrastruktur. KPK mengatakan, karena alat buktinya sudah cukup kuat. Setidaknya ada dua alat bukti.
Penangkapan Ade Kuswara, Kades HM Kunang, Sarjan sang kontraktor berjalan sunyi, cepat, pasti menggegerkan publik. Begitulah mestinya mata hukum berjalan mengikuti prosedur, transparan dan pasti.
Kasus ini jauh berbeda yang dengan kasus Syafri Donny Sirat selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi yang ditetapkan sebagai tersangka atas pencemaran air sungai oleh Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup pada 12 Maret 2025. Akibat pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) Burangkeng secara open dumping, tidak memiliki instalasi pengolahan air sampah (IPAS) sehingga leachate langsung mengalir ke sungai dan mencemari sawah, lahan pertanian selama bertahun-tahun.
OTT KPK begitu cepat dan terang benderang. Pasal-pasal dalam UU tentang KPK yang dilanggar cukup kuat. Status hukumnya cepat dan jelas. Tersangka dengan rompi orange dan penjara!
Berbeda dengan ketegasan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) terhadap kasus pencemaran air yang dilakukan Syafri Donny Sirait selaku Kepala Dinas LH Kabupaten Bekasi ketika itu. Banyak tafsir muncul.
Gakkum KLH Tersangkakan Syafri Donny Sirait
Mata pedang hukum KLH/BPLH tumpul dan tidak memiliki efek jera? Apa arti mentersangkakan seseorang pelaku kejahatan lingkungan, tanpa sanksi hukum yang jelas dan tegas. Mengapa pelakunya masih berkeliaran alias melenggang bebas?!
Agaknya mata pedang hukum tak menyentuhnya. Boleh jadi sang tersangka punya ilmu kekebalan atau kesaktian. Efek negatifnya nama KLH/BPLH dipertaruhkan, simbol macan ompong, hilangnya kewibawaan! Para penjahat lingkungan tersemyum mencibir, aah … cuma segitu.
Kasus Syafri Donny Sirait, tampaknya tidak ada transparansi, boleh jadi tahapan tidak terstruktur, ada penyelewengan prosedur hukum (misbruk van rechtsprocedure atau schending van de rechtsgang), tidak ada kepastian hukum (geen rechtaszekerheid). Masyarakat menduga ada dugaan pelanggaran prosedur. Jika ini terjadi sungguh sangat mengecewakan.
Status Syafri Donny Sirait hingga kini (23/12/2025) belum jelas padahal sudah berbulan-bulan. Lama-lama buram dan hilang ditelan sampah, leachate dan bumi. Ia sudah ditersangkakan oleh Gakkum KLH, namun sampai sekarang masih aktif bekerja di Dinas LH Kabupaten Bekasi?! Padahal kasusnya lebih dulu ketimbang Bupati Ade Kuswara.
Bupati, Gubernur, Menteri, Jaksa, bisa cepat diseret ke penjara, apalagi setingkat Kepala Dinas?! Mestinya, bisa dan sangat bisa. Di luar negeri, Perdana Menteri, Presiden bisa dan cepat diseret ke pengadilan dan penjara. Sayangnya, kasus lingkungan yang menerpa Syafri Donny Sirait ini sangat berbeda, tampak lambat, alot dan buram.
Publik, terutama Kabupaten Bekasi menanti proses hukum Syafri Donny Sirait, proses pengadilan dan sidangnya kasus itu dimana? Publik minta transparansi dan keterbukaan informasi. Demikian pula, menanti vonis tetap pengadilan (inkracht van gewijsde) kasus tersebut. Inkracht van gewijsde artinya kekuatan hukum tetap dari putusan pengadilan dan tidak ada banding.
Jika tidak ada sidang pengadilan, mana mungkin ada Inkracht van gewijsde. Jangan sampai ada upaya menyelewengkan prosedur hukum dan membohongi publik. Sebab, kasus Syafri Donny Sirait penuh tanda tanya besar.
Seperti kita ketahui, pada 12 Maret 2025 Gakkum KLH menetapkan beberapa orang tersangka pengelola TPA open dumping dan TPS ilegal. Salah satunya adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, Syafri Donny Sirait (SDS) akibat TPA Burangkeng yang dikelola secara open dumping. SDS dikenakan sanksi hukum berkaitan dengan pencemaran air, dengan ancaman pidana 10 tahun dan denda Rp4 miliar rupiah.
Irjen Pol. Rizal Irawan, S.I.K., M.H., Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, menegaskan bahwa Gakkum LH memiliki tugas menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Upaya penegakkan hukum intensif sangat penting terkait kasus pengelolaan sampah dan kerusakan lingkungan. Gakkum LH akan melakukan koordinasi dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang saat ini sedang ditangani,” ungkap Rizal pada sejumlah awak media.
Jadi tersangka dengan ancaman pidana 10 tahun dan denda Rp4 miliar rupiah dalam mata pedang hukum mestinya sudah masuk penjara?! Tetapi status dan vonis Syafri Donny Sirait tidak jelas hingga sekarang?!
Publik butuh kepastian hukum (rechtzkerheid). Pada ujung semua itu tergantung pada kemauan Menteri LH/Kepala PBLH? Kasus hukum pelanggaran pencemaran lingkungan ini dituntaskan segera atau digantung atau dimasukan dalam box?
Menteri LH/Kepala BPLH yang memulai, dan beliau yang harus mengakhiri. Proses pengadilan jalan dan penjara secepatnya bagi tersangka pelaku kejahatan lingkungan.
Banyak Pelanggaran
TPA Burangkeng dililit setidaknya 37-41 permasalahan, terutama pencemaran air akibat leachacet. Hal ini bersadarkan laporan rapid assessment KLHK tahun 2019. Kemudian tahun 2020 Prabu Peduli Lingkungan, Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), dll juga melakukan kajian cepat. Belum lagi laporan sejumlah aktivis, jurnalis, pakar tentang rusaknya lingkungan sekitar TPA Burangkeng. Hasilnya telah disampaikan ke Bupati Kabupaten Bekasi, Dinas LH Kabupaten Bekasi, dan lembaga lain. Tampaknya, tidak direspon cepat oleh pemangku kebijakan di Kabupaten Bekasi.
Sehingga persoalan tersebut menjadi berkembangbiak, dan akhirnya pada 1 Desember 2024 Menteri Lingkungan Hidup/kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup DR. Hanif Faisol Nurofiq melakukan penyegelan TPA Burangkeng. Pada tahapan ini, TPA Burangkeng secara resmi berada dalam pengawasan pejabat KLH/BPLH.
Mengapa TPA Burangkeng harus ditutup? Pertama, TPA tersebut sudah over kapasitas. Kedua, TPA Burangkeng tidak layak dan berpotensi mencemari lingkungan. Ketiga, TPA Burangkeng tidak melakukan pengelolaan lindi. Keempat, TPA Burangkeng belum memiliki persetujuan lingkungan alias “tidak memiliki persetujuan warga dan tidak punya Amdal”.
Sebetulnya, jika ditelusuri secara mendalam banyak pelanggaran yang dilakukan Kadis LH Kabupaten Bekasi tersebut, sayangnya KLH/BPLH menyematkan hanya satu titel, yakni pelanggaran pencemaran air. Itu pun kasus hukumnya tidak jelas.
