JAKARTA, Mediakarya – Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) diminta untuk menindak tegas pengurus NU yang tidak menunjukkan netralitasnya pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada 27 November mendatang.
Hal tersebut menyusul dengan adanya dukungan sejumlah pengurus MWC NU di Kota Bekasi yang terang-terangan menyatakan dukungan kepada salah satu pasangan calon kepala daerah.
“Sebagai organisasi keagamaan terbesar, PBNU harus bersikap netral dalam menyikapi pilkada serentak ini. Jika mendapati adanya ketidaknetralan pengurus yang ada di bawahnya maka PBNU harus memberikan peringatan tegas hingga sanksi pemecatan bila ada anggotanya yang membangkang,” ujar Ibnu Abbas selaku Pengurus Jaringan Mahasiswa Ahlussunah Wal Jamaah (Jama Aswaja) kepada awak media di Jakarta, (11/11/2024).
Sebab, kata dia, pemilih NU bukan hanya di salah satu pasangan calon kepala daerah saja, akan tetapi tersebar di seluruh pasangan.
“Jika ada pengurus NU Kota Bekasi yang menyatakan dukungan terhadap pasangan calon pilkada maka akan menimbulkan persepsi bahwa NU secara struktural mendukung pasangan tersebut. Padahal itu merupakan pendapat pribadi,” katanya.
Sebelumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar) KH Abun Bunyamin mengimbau agar Pengurus NU dapat bersikap netral pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Hal itu disampaikannya selepas pertemuan antara PWNU Jawa Barat dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Jabar dengan Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) di lantai 8 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.
“Kami Rais Syuriyah PWNU Jawa Barat mengimbau untuk mensukseskan Pilkada dan juga kami harap bahwa dalam teknis pelaksanaan sebagai warga Nahdliyin, apalagi pengurus sebaiknya netral-netral saja,” katanya, baru-baru ini.
Kiai Abun menjelaskan bahwa tugas Pengurus NU saat Pilkada berlangsung adalah memberikan nasihat-nasihat yang baik.
“Kita berkewajiban sama nasihat, tausiyah, mauidzoh hasanah,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat itu.
Pengurus NU juga harus tidak terlibat secara langsung dalam proses politik praktis, seperti dukung-mendukung para calon. “Dan tidak terlibat langsung untuk dukung-mendukung gitu,” lanjut kiai yang menamatkan pendidikan pesantren di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat itu.
Larangan penggunaan fasilitas NU untuk Pilkada 2024
Senada, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengingatkan seluruh nahdliyyin untuk menjaga netralitas organisasi dalam kontestasi politik di Pilkada 2024
Gus Yahya juga melarang penggunaan fasilitas milik NU sehingga aktivitas kampanye yang mengatasnamakan NU secara kelembagan.
“Kita minta tidak membawa lembaga. Warga NU berhak membuat pilihan politiknya masing-masing, tapi jangan membawa-bawa lembaga. Jangan berkampanye atas nama pengurus NU,” kata Gus Yahya dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Gus Yahya menekankan, setiap warga NU bebas memilih dan mendukung kandidat mana pun, dengan catatan tidak melibatkan nama atau fasilitas NU dalam aktivitas politik mereka.
“Jangan menggunakan fasilitas-fasilitas milik NU, tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik (kampanye). Kita sudah keluarkan itu, parameter-parameter itu. Kalau mau dukung-mendukung silakan saja,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Saat ini, Pilkada 2024 sudah sampai tahapan kampanye para calon sejak 25 September 2024 hingga 23 November 2024. Setelah kampanye, berlangsung masa tenang selama tiga hari sebelum pemungutan suara Pilkada pada 27 November 2024. (Aep)