Peran MUI Menjaga Akidah dan Kerukunan Umat Aras Bawah

Drs. KH. Saifuddin Siroj Ketua MUI Kota Bekasi, DR. KH. Acep Basuni, M.Ag Ketua MUI Kecamatan Bantargebang, H. Cecep Miftah Farid, S.STP Camat Bantargebang, perwakilan Polsek, Koramil, dan lainnya pada Raker MUI Kec. Bantargebang, Kota Bekasi di Graha SS Grand Galaxy Park, Bekasi Selatan, 9 Agutus 2025.

KOTA BEKASI, Mediakarya – Kehadiran Majelis Ulama Indonesia (MUI) senantiasa harus membawa manfaat dan rahmatan lil alamin bagi semua umat, termasuk mereka yang berada di aras bawah. Seperti mereka yang tinggal di sekitar pembuangan sampah Bantargebang. Peran dan misi ini harus dilakukan MUI Kecamatan Bantargebang.

Sebagaimana tujuan MUI adalah untuk terwujudnya masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diriddlai Allah SWT (baldatun thyyibatun wa rabbun ghafur).

Tujuan tersebut diungkap kembali dalam perhelatan Rapat Kerja MUI Kecamatan Bantargebang tahun 2025. Raker dilaksankan di Graha SS Grand Galaxy Park, Bekasi Selatan, Sabtu, 9 Agutus 2025/15 Shafar1447 H, dengan tema: “Penguatan Peran MUI dalam Pelayanan Umat dan Peningkatan Kesadaran Keagamaan”. Raker diikuti sebanyak 50 peserta seperti disampaikan Ketua Panitia Panitia Iming Satimin, S.Pd.I.

Hadir dalam Raker di antaranya Ketua MUI Kota Bekasi Drs. KH. Saifuddin Siroj, Camat Bantargebang H. Cecep Miftah Farid, S.STP, MM, Kepala KUA Bantargebang H. Manin, S.Pd.I, perwakilan Kapolsek, Koramil, dan lainnya.

Menjaga Umat Aras Bawah

Ketua MUI Kecamatan Bantargebang DR. KH. Acep Basuni, M.Ag dalam sambutannya mengatakan, pentingnya menjaga marwah MUI. Ia mengutip Al-Quran Surat Al-Fahtir ayat 28. Bahwa, kata “innamâ”, luar biasa makna atau artinya. Ini bukan secara pribadi, secara kelembagaan (MUI) Allah sudah menghargai, maka hukumnya wajib untuk mengusahakan MUI lebih maju lagi.

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ٢

Wa minan-nâsi wad-dawâbbi wal-an‘âmi mukhtalifun alwânuhû kadzâlik, innamâ yakhsyallâha min ‘ibâdihil-‘ulamâ’, innallâha ‘azîzun ghafûr. (Demikian pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.

“Sekarang kita berkumpul (Raker) dalam penyegaran, konsilidasi. Ada penekanan, kata innamâ, kedua dengan kata “min”. Ulama itu diapresiasi oleh Allah, sedang kata yakhsyallâha min ‘ibâdihil-‘ulamâ’, bagian orang yang takut pada Allah, maka lembaganya harus dijaga. Kata innamâ, itu kata penting”, ujarnya.

“Ayo kita bersama-sama kita memajukan MUI. Selain itu, punya tujuan, adalah menjaga ummat, membingkai akidah ummat, di Bantargebang jangan sampai ada yang anah-aneh. Para juru dai, punya visi misi: tidak ada yang aneh-aneh dari segi akidahnya,” tambahnya.

Menurut KH. Acep Basuni, tugas mereka, bukan hanya mensosialisasikan pada masyarakat fatwa MUI yang sudah baku, namun juga ada yang harus dijaga, yakni akidah. Bantargebang ada daya tarik tersendiri. Gundukan atau gunung sampah adalah daya tarik, orang dari luar datang untuk mengais sampah. Kalau dilihat pemandangannya seperti apa itu? Mereka pasang tenda, pasang kiri kanan jadi permukiman kumuh, situasi ini membawa persoalan baru.

Maka di sana harus dipetakan, lebih bisa menjaga, jika tidak akan menjadi sangat rawan. Orang datang karena tak punya kemampuan ekonomi, miskin, bagi pendatang sampah itu emas. Dari dulu, akidah sudah ada dan dijaga penduduk lokal, tetapi dengan kedatangan orang-orang dari luar daerah lain pasti timbulkan persoalan.

Contoh rumah Sekretaris MUI Kecamatan Bantargebang Khoidir Rohendi, tempatnya di bawah gunung sampah. Ini harus dipetakan. Disana ada lembaga pendidikan untuk anak-anak pemulung dan miskin. Kalau mereka tidak dikumpulkan dan dibina akan jadi masalah. Seperti kasus kumpul kebo, kenakalan remaja, situasi negatif ini bagaimana mengatasninya?

Lanjutnya, dari sajadah sampai persoalan haram jadah. MUI harus datang dan terlibat. Mereka datang dari daerah mana-mana, seperti Karawang, Indramyu, Brebes, Tegal, dll akan memberi dampak, minim pengetahuan agama akan timbulkan masalah.

MUI Kecamatan Bantargebang sudah masuk ke sampai tingkat kelurahan. MUI tingkat Kelurahan Ciketingudik rada-rada kenceng membina umat hingga masuk ke kampung-kampung. Tiga kelurahan berikutnya, yakni Cikiwul, Sumurbatu, Bantargebang harus ada kepengurusannya.

“Disana dipetakan, persoalan apa saja yang ada di tiap kelurahan, mari kita berjuang … Yang ada di Bantargebnag secara umum tak ada yang aneh-aneh. MUI punya kewajiban menjaga, melindungi akidah umat. Mudah-mudahan aman dari ajaran yang aneh-aneh”, tegas KH. Acep.

“Berkaitan dengan immanul daulah, juga tak aneh-aneh. Mari kita jaga kerukunan, kita punya tugas, ulama umaro berjalan bersama-sama akan muncul ketenangan”, pungkasnya.

Persoalan Bantargebang

Nyaris sebagian besar orang tahu tentang Bantargebang, indentik dengan pembuangan sampah terbesar di Indonesia dan Asean. Sampah dari Jakarta yang dibuang ke TPST Bantargebang sekitar 8.000 ton per hari. Sedang sampah yang dibuang ke TPA Sumurbatu sekitar 1.500 ton hari. Timbulan sampah kedua TPA itu sangat besar, munkin lebih 70-80 juta ton dan dipastikan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan warga sangat besar.

Camat Bantargebang Cecep Miftah Farid mengatakan, bahwa keberadaan TPST Bantargebang adalah suatu problem bagi Kota Bekasi. Sekarang TPA Sumurbatu dan TPST Bantargebang sedang dievaluasi, dan harus ada perbaikan signifikan.

“Walikota Bekasi sedang memperbaiki sistem pengelolaan sampah dari rumah. Sebanyak 1.500 ton per hari akan diatasi dengan jadi Listrik di PLTSa, peta strategisnya akan ada di Ciketingudik, dekat Folder. Sebanyak 1.000 ton sampah akan masuk ke PLTSa, dan 500 ton ke TPA”, ujarnya.

“Termasuk, persoalan terkait dengan adanya pemulung, dari mana-mana. Juga persoalan jualan obat-obatan, Miras, ini dilema, tetapi ada ijinnya dari OSS (Online Single Submission), kita nggak bisa hadir atau tangani. Bagaimana membina ummat agar tidak terjurumus ke sana, obat-obat, Miras, masih ada peredaran? Itu problem kita”, jelas KH. Cecep.

Perlu diterangkan, bahwa Online Single Submission adalah sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik di Indonesia. Tujuannya mempermudah proses perizinan bagi pelaku usaha. OSS memungkinkan pelaku usaha untuk mengurus berbagai izin usaha, baik izin awal maupun izin operasional, melalui satu platform terpadu, tanpa perlu mendatangi berbagai instansi terkait secara terpisah.

KH. Cecep menegaskan, untuk aktivitas MUI bisa bekerjsama dengan LPM. Ini penting karena LPM di Kecamatan Bantargebang ada duwitnya. Untuk kegiatan sosial keagamaan bisa mendapat dukungan pendanaan dari LPM.

“Saya berharap MUI punya peran penting dalam kegiatan di masyarakat. Mari kita evaluasi yang sudah dilaksankan dan belum, diidentifikasi yang terlaksana dan belum. Mari dirumuskan program bersama, program yang efektif dan bermanfaat untuk umat. Perkuat sinegeri dengan MUI, kelurahan, Ormas, dll. Untuk mewujudkan ajaran Islam rahmatan alamin dan kerukunan keagamaan”, tutup KH. Cecep.

Peran dan Misi MUI Kota Bekasi

Sejak 990-an Kiyai Acep Basuni sudah bersama KH. Saifuddin Siroj, dulu masih Kabupaten Bekasi. Dalam kesempatan ini Ketua MUI Kota Bekasi tersebut mengupas mengenai wilayah yang ditangani MUI, yakni wilayah keagamaan. Hal ini bisa diaplikasikan di Bantargebang.

MUI merupakan manifestasi dari peran dan misi Himayatul Ummah, yakni melindungi umat dari praktek-praktek kehidupan umat yang dilarang dalam Islam. MUI mengemban peran sebagai Himayatul Ummah, MUI juga memiliki misi Khidmatul Ummah (berkhidmat pada ummat) dan Shodiqul Hukumah atau mitra pemerintah yang turut memandu atau mengarahkan pemerintah berkenaan dengan aspek-aspek sosial keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontribusi MUI sudah banyak dalam memberikan masukan untuk kebijakan negara.

KH. Saifuddin Siroj mengupas peran dan misi MUI. Pertama, shodikul ummah: MUI merupakan mitra pemerintah. Katakan salah, yang salah, dan kata benar, yang benar. Kita harus kasih tahu yang salah, karena sayang pada pemerintah. Juga pada Pak Wali Kota Bekasi, jika salah harus diberitahu. Bukan segalanya benar.

Khidmatu ummah: berkhidmah dan melindungi umat. Ketika punya masalah orang kampung susah mengucapkan, ulama harus tahu betul punya insting ke-6. MUI sudah tahu jawabannya. Tanpa harus diminta, sudah tahu jawabannya. Ketika di bawah ada problema, diminta atau tidak harus melayani, masalah akidah, ekonomi, dan lainnya.

Dalam Al-Quran dijelaskan harus hati-hati dengan kondisi ekonomi, kemiskinan, akidah yang tipis. Gara-gara miskin jadi kafir. Lemah ilmu, lemah wawasan, lemah badan, lemah semuanya maka habislah umat. Disini MUI punya peran penting. Sebuah hadits diriwayatkan Abu Na’im menyatakan: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran”.

Himayatul din: menjaga agama dan akidah. MUI menjalankan peran himayatul din dengan menjaga kemurnian ajaran Islam dari berbagai paham dan aliran yang dianggap menyimpang.

“Ngapain kita puasa, ngapain sholat … nggak perlu syariat. Nggak sholat mereka. Di Bekasi sudah ada generasi seperti ini. Para asyatit, dai nggak goyah. Bagaimana dengan cicit … pak Camat nanti? Generasi Z, mellenial biar hancur akidahnya. Cukup iman pada Allah sudah cukup, nanti sekolah kosong. Makanya kita perlu kerja bareng, kolaborasi, memberikan suatu yang bermanfaat bagi umat, menjaga akidahnya”, ujar Saifuddin.

Ini Bekasi besar, masalahnya, NU sendirian, Muhammadiyah sendirian, Syariat Islam sendirian, PERTI sendirian, problem yang dihadapi bukan hanya syariat, akidah tetapi lain-lainnya. Semua harus diselesaikan secara kolaboratif”, katanya.

KH. Saifuddin mengatakan, sekarang ada semangat baru MUI yang tidak boleh sombong, kita tak bisa sendirian, harus bersama-sama. MUI harus hadir, dan harus dihadirkan pada umat. “Saya berharap agenda yang dibahas dalam Raker betul-betul menyentuh kepentingan masyarakat, dapat dirasakan masyarakat, mendeteksi kepentingan masyarakat, bisa memotret problema setiap kelurahan”, pintanya.

“Harus terasa ada kehadiran MUI. Apa sih kerjanya MUI? Masalahnya belum ada manfaatnya. Jangan hanya rapat terus, Raker terus, tetapi harus ada manfaat yang dirasakan masyarakat”, tandasnya.

Oleh: B. Suyoto Notonegoro, SH, S.IP, S.Pd, MM, M.Si

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *