Politik Ekonomi RI: Rakyat Jadi Korban  Kapitalisme dan Neoliberalisme

Sekjen Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Abdul Rasyid.
  1. Kapitalisme Negara Orde Baru menjaga stabilitas melalui kontrol represif, namun kehilangan legitimasi saat krisis melanda.
  2. Populisme Fiskal mengandalkan redistribusi untuk meraih legitimasi, tetapi rawan dianggap sebagai politik uang terselubung.
  3. Neoliberalisme Teknokratis lebih stabil di tingkat makroekonomi, namun rawan delegitimasi politik karena rakyat merasakan beban ekonomi tanpa perlindungan memadai.

Tidak ada model yang mampu menciptakan stabilitas politik yang sepenuhnya kokoh; justru setiap model melahirkan potensi krisis legitimasi dalam konteks berbeda.

Hibridasi Idoelogi dan Ambivalensi

Indonesia saat ini berada pada persilangan antara populisme elektoral (misalnya bansos menjelang pemilu), kapitalisme negara (proyek infrastruktur melalui BUMN), dan neoliberalisme teknokratis (disiplin fiskal, daya tarik investasi asing).

Kondisi ini menimbulkan ambivalensi: ekonomi tumbuh stabil, tetapi legitimasi politik tetap rapuh karena rakyat kecil sering merasa tersisih.

Atas uraian tersebut, politik ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa kapitalisme negara, populisme fiskal, dan neoliberalisme teknokratis masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan.

  1. Kapitalisme negara menciptakan pertumbuhan tinggi tetapi oligarkis;
  2. Populisme Fiskal memperkuat legitimasi rakyat namun membebani fiskal ;
  3. Neoliberalisme Teknokratis menjaga stabilitas makro namun menajamkan kesenjangan sosial.

Dalam konteks kontemporer, Indonesia tampak memilih jalan Hibridasi Ideologi ; menggabungkan unsur populisme, kapitalisme negara, dan neoliberalisme teknokratis. Namun, hibridasi ini belum mampu menjawab persoalan mendasar terkait ketimpangan, kedaulatan, dan legitimasi politik.

Perjalanan politik ekonomi Indonesia sampai saat ini, menunjukkan bahwa perubahan ideologi tidaklah absolut, melainkan adaptif terhadap kebutuhan rezim dan konteks global. Dari kapitalisme negara Orde Baru, populisme fiskal pasca-Reformasi, hingga neoliberalisme teknokratis, semua orientasi kebijakan bertujuan menjaga stabilitas politik, legitimasi rakyat, serta pertumbuhan ekonomi.

Saatnya Indonesia bangkit dengan melibatkan seluruh elemen rakyat dalam peran dan berpartisipasi aktif dengan inisiasi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan dan pelayan rakyat untuk melakukan dialog, diskusi, dan musyawah sebagai sarana silaturrahim dan juga media dalam menjawab dan merumuskan tantangan utama akan nasib dan masa depan untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Republik Indonesia terkait sistem politik ekonomi berkeadilan sosial, berdaulat, sekaligus kompetitif di pasar global sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945.

Penulis: Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara Indonesia, Aktivis dan Pemerhati Kebijakan Publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *