Rekening Dormant yang Bangun, Kisah Gelap dari Balik Kaca Bank

Sekjen IAW Iskandar Sitorus (Foto: Medkar)
  1. UU Perbankan mewajibkan kehati-hatian.
  2. POJK APU-PPT mewajibkan verifikasi biometrik.
  3. UU TPPU menegaskan bahwa pencairan ilegal bisa jadi tindak pidana pencucian uang.
  4.  KUHP memberi ancaman penggelapan, penipuan, hingga penyertaan pidana.

Tapi di lapangan, aturan ini sering hanya jadi macan kertas. Lemahnya pengawasan dan budaya “percaya saja pada bawahan” membuat Kacab jadi titik rawan.

Di balik meja teller, cerita gelap yang jarang terungkap

Seorang mantan teller pernah berbisik: “Kalau sudah ada tanda tangan Kacab, kami hanya eksekutor. Mau dokumennya palsu atau tidak, itu di atas yang menentukan.”

Pernyataan ini menggambarkan betapa rapuhnya sistem “four eyes principle” (prinsip dua atau lebih orang mengawasi). Kalau semua mata sudah “buta” karena kolusi atau kelalaian, maka sistem tidak berarti apa-apa.

Mengapa publik harus peduli?

Karena ini bukan sekadar cerita rekening mati yang dihidupkan. Ini soal uang publik, soal kepercayaan masyarakat pada perbankan. Jika rekening dormant bisa dicairkan seenaknya, bagaimana nasib tabungan rakyat kecil? Bagaimana negara bisa menjaga kredibilitas keuangan?

Kasus Ilham hanyalah puncak gunung es. Audit BPK menunjukkan pola yang sistemik, bukan insidental.

Penutup: saatnya membuka mata

Rekening dormant bukan sekadar akun tidur. Ia adalah “pintu rahasia” yang bisa dibuka jika penjaga pintunya lalai. Dan ketika pintu itu dibuka, dana bisa mengalir ke sindikat, ke bandar judi, bahkan ke jaringan pencucian uang.

Pesan utamanya jelas, yaitu jangan biarkan rekening dormant jadi celah kejahatan. Aparat harus berani menyeret bukan hanya pelaku lapangan, tapi juga bank yang lalai, ke meja hukum. Karena pagar yang bolong dari dalam tidak bisa diperbaiki dengan cat, tapi dengan perombakan sistemik. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *