“Kami diminta untuk membuat surat pernyataan dibawah tekanan. Kenapa saya ngomong demikian, karena waktu kami disuruh membuat surat pernyataan, ada personel polisi dan TNI yang memperkenalkan diri secara jelas mengatakan kalau Pocket adalah sisa bahan bakar yang ada di kapal Meratus. Jadi statusnya sisa bahan bakar,” ujar Erwinsyah.
Sementara saksi Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo, menerangkan soal perkara yang menjerat beberapa karyawannya itu. Mengatakan, bahwa modus yang digunakan anak buahnya bekerjasama dengan anak buah PT Bahana Line. Bahwa otak dari pencurian BBM itu adalah karyawan outsourching PT Meratus Line bernama Edi Setyawan. Edi bahkan ditudingnya telah menerima sejumlah uang dari karyawan PT Bahana Line.
Dikatakan Edi Setyawan (terdakwa) terima Rp 500 juta perbulan dari karyawan PT.Bahana Line. Transaksi ini terjadi sejak 2015 namun, diketahui pada tahun 2022. Pengakuan Edi Setyawan mengatakan, Rp 600 Juta tapi pada Januari mereka (para terdakwa) sudah terima Rp 500 Juta hingga 3 kali dan yang mengambil Edi Setyawan sendiri maka kita berani laporkan ke polisi.
Dalam keterangannya, Slamet beberapa kali terlihat emosinal dengan menyebut keterlibatan PT Bahana Line secara institusional dalam kasus dugaan penggelapan BBM ini.
Dirinya mengakui jika pihaknya merasa kecolongan. Dan menyebutnya sebagai miss dalam manajemennya. “Itu miss kami di Manajemen, ” kilahnya.
Pernyataan Slamet untuk menjawab pertanyan pengacara terdakwa GPS terkait status karyawan Meratus, terdakwa Edi Setyawan yang disebutkan sopir dan outsourching tetapi bisa memiliki kewenangan melebihi pegawai organik dan atasannya sendiri.