BEKASI, Mediakarya – Warga dan aktivis dari berbagai organisasi lingkungan, organisasi massa (ormas), serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) secara resmi menutup total pelayanan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng sejak Selasa (24/12/2024).
Aksi penutupan tersebut mendapat dukungan dari Ketua DPC LSM Penjara Indonesia, Kabupaten Bekasi, JM Hendro. “Harus ditutup karena pengelolaan TPA Burangkeng sudah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” tegas Hendro yang ikut serta tergabung dalam aksi penutupan TPA Burangkeng.
Dia menilai bahwa Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi harus bertanggung jawab atas perusakan lingkungan melalui keberadaan TPA Burangkeng. “Kepala DLH Kabupaten Bekasi Syafri Donny Sirait dan Kabid Gakkum (Kepala Bidang Penegakan Hukum) dengan sengaja membiarkan TPA Burangkeng beroperasi tanpa izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal),” ujar Hendro.
Menurut Hendro, hal ini bertolak belakang dengan sikap DLH Kabupaten Bekasi yang selalu mendesak perusahaan-perusahaan di wilayahnya untuk mengurus izin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).
“Kami menduga penerbitan izin UKL-UPL ini menjadi permainan yang berpotensi menjadi lahan basah bagi DLH Kabupaten Bekasi,” kata Hendro.
“Ironisnya, TPA Burangkeng yang merupakan fasilitas milik pemerintah justru tidak memiliki izin, sementara pihak swasta diwajibkan memilikinya. Ini seperti peribahasa ‘gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat’,” tambahnya.
Karena itu, dia meminta Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk bertindak tegas. Dia bahkan menuntut agar Kepala DLH Kabupaten Bekasi Syafri Donny Sirait dan Kepala Bidang Penegakan Hukum diberhentikan dari jabatannya. “Harus dipecat, tidak becus kerjanya,” tegas Hendro. (Supri)