Jakarta, Mediakarya – Mahkamah Konstitusi (MK) melarang wakil menteri (wamen) rangkap jabatan. Larangan itu didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagai pejabat negara wakil menteri harus fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementerian.
Hal itu disampaikan Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan nomor 128/PUU-XXIII/2025. MK memberi waktu bagi pemerintah selama dua tahun untuk melakukan penyesuaian terhadap putusan ini.
Saat ini banyak wamen Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menduduki posisi komisaris BUMN maupun anak usahanya.
Menurut Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Wibisono mengatakan pengangkatan Wamen perlu ditinjau ulang, karena itu pemborosan uang negara.
“Pengangkatan Wakil Menteri oleh presiden akan mengakibatkan pemborosan anggaran negara hingga Rp15,6 miliar per tahun,” ujar Wibi
“Ini jelas kontradiksi dengan program efisiensi anggaran yang telah di canangkan oleh presiden Prabowo, apalagi kalo Wamen ini merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN, ” imbuhnya
Lanjutnya, Pemborosan anggaran ini disebabkan adanya kenaikan anggaran fasilitas negara kepada wamen. dengan asumsi perbandingan anggaran operasional menteri rata-rata saat ini yang mencapai Rp100 juta per bulan, seorang wakil menteri akan mendapatkan anggaran rata-rata Rp1,2 miliar per tahun.
“Dengan ada 13 wamen, anggaran operasional wamen akan menghamburkan uang negara sebesar Rp15,6 miliar per tahun. Angka itu belum termasuk biaya operasional lainnya, inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat, disatu sisi ada efisiensi dilain pihak ada pemborosan, dan secara fungsional jabatan Wamen tidak ada pengaruhnya dalam mengambil kebijakan, hanya sebagai hadiah bagi bagi jabatan pada relawan,” tutup Wibisono.