KOTA BEKASI, Mediakarya – Dalam beberapa bulan belakangan ini, publik dihebohkan oleh isu negatif terkait dengan pemberitaan Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bekasi Tri Adhianto.
Alih-alih bisa membawa Kota Bekasi ke arah lebih baik pasca persoalan hukum yang menimpa mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, kinerja Tri Adhianto yang menjabat Plt.Wali Kota justru kerap menuai kecaman.
Dari beredarnya video Plt. Wali Kota Bekasi Tri Adhianto yang salah melafalkan Sila ke-4 Pancasila pada acara Bekasi Berselawat, Sabtu (18/3), hingga soal video yang beredar di media sosial, pada Jumat (26/5), terkait running text di Asrama Haji Kota Bekasi bertuliskan “Plt Walikota Bekasi Bobrok”.
Tidak berhenti di situ, Plt. Wali Kota Bekasi juga disorot soal kebijakannya yang mencabut izin penggunaan Stadion Chandrabhaga untuk senam warga Kota Bekasi bersama Anies Baswedan, namun jelang pelaksanaan, Plt.Wali Kota Bekasi malah membatalkan izin yang telah diterbitkan.
Menannggapi beredarnya pemberitaaan soal isu miring yang dialamatkan kepada Plt. Wali Kota Bekasi, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebijakan Daerah (LK2D), Usman Priyanto menilai Tri Adhianto masih menganggap bahwa dirinya seorang birokrat.
“Tri sepertinya tidak sadar bahwa dirinya itu adalah politisi yang seharusnya bisa berdiri di semua elemen. Dan ketika menjabat Plt.Wali Kota seharusmya dapat mengakomodasi semua golongan. Jadi segala kebijakanya seharusnya tidak kontroversi,” ujar Usman kepada wartawan di Kota Bekasi, Ahad (13/8/2023).
Usman menduga bahwa kebijakan Tri yang kerap kontroversi itu lantaran memiliki shering partner yang tidak tepat. “Jadi ketika memilikii shering partner yang kurang tepat maka ya seperti yang saat ini dirasakan oleh masyarakat. Yang ada hanya utak-atik jabatan di birokrasi tanpa mengindahkan dampaknya,” jelas Usman.
Selain itu, lanjut Usman, selema menjabat sebagai Pelaksana Tugas Wali Kota, Tri tidak memiliki manajerial pemerintahan yang jelas. Sehingga segala produk pemerintahannya hanya bersifat politis.
“Selama Tri menjabat hampir dua tahun lebih coba apa yang dikerjakan. Infrastruktur banyak yang mangkrak. Kemudian berbicara soal pendidikan juga Kota Bekasi pada tahun ajaran 2023 ini disorot. Dan parahnya lagi, pasca Covid ini, pelaku usaha kecil di Kota Bekasi banyak yang gulung tikar. Sementara sebagai kepala daerah Tri tidak bisa berbuat banyak,” tegas Usman.
Belum lagi kata Usman, Tri berusha membawa isu kedaerahan di Kota Bekasi. Sementara kultur masyarakat Kota Bekasi adalah hetrogen. “Masyarakat Kota Bekasi sudah cerdas. Mau dibawa dengan kesukuan tertentu sangat sulit. Karena Bekasi sangat hetrogen. Tidak bisa menonjolkan atau mengkampanyekan suku tertentu,” pungkasnya.