Opini  

Deferred Prosecution Agreement dalam Kerangka Keadilan Restoratif: Prospek dan Implementasi di Indonesia

Oleh : Dr. Padlilah, S.H., M.H. (Dosen Universitas Nusaputra)

SUKABUMI, Mediakarya – Tulisan ini mengkaji konsep Deferred Prosecution Agreement (DPA) sebagai instrumen penegakan hukum modern yang lahir dari praktik negara common law, serta menimbang prospek dan implementasinya dalam sistem hukum Indonesia. DPA pada dasarnya merupakan perjanjian antara penuntut umum dan pelaku tindak pidana untuk menunda penuntutan dengan syarat tertentu, yang apabila dipenuhi dapat menghentikan perkara. Konsep ini memiliki irisan dengan keadilan restoratif yang telah diadopsi di Indonesia melalui Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan komparatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan DPA di Indonesia berpotensi memperkuat efisiensi penegakan hukum, mendorong pemulihan kerugian negara, serta memperbaiki tata kelola korporasi, khususnya dalam perkara tindak pidana ekonomi dan korupsi. Namun, diperlukan dasar hukum yang jelas dalam KUHAP atau undang-undang khusus, serta mekanisme pengawasan yudisial untuk mencegah penyalahgunaan.

Sistem peradilan pidana Indonesia menganut paradigma retributif dengan menekankan penghukuman sebagai tujuan utama. Namun, perkembangan global menunjukkan adanya pergeseran ke arah pendekatan restoratif yang menitikberatkan pada pemulihan, pencegahan, dan perbaikan tata kelola. Salah satu instrumen yang menonjol adalah Deferred Prosecution Agreement (DPA), yang berkembang di Amerika Serikat dan Inggris sebagai alternatif penegakan hukum terhadap tindak pidana korporasi.

Di Indonesia, meskipun belum ada pengaturan mengenai DPA, praktik restorative justice telah mendapat tempat melalui Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah DPA dapat diadopsi sebagai bagian dari mekanisme keadilan restoratif di Indonesia, dan bagaimana prospek implementasinya?

Landasan Teori

1. Konsep Deferred Prosecution Agreement

DPA adalah perjanjian antara jaksa dengan pelaku tindak pidana di mana penuntutan ditangguhkan, dengan syarat pelaku memenuhi kewajiban tertentu seperti membayar denda, mengembalikan kerugian, atau memperbaiki tata kelola internal. Jika kewajiban dipenuhi, penuntutan dihentikan; jika tidak, perkara dilanjutkan ke pengadilan.

2. Teori Keadilan Restoratif

Howard Zehr mendefinisikan keadilan restoratif sebagai paradigma yang berfokus pada pemulihan kerugian korban, pertanggungjawaban pelaku, dan pemulihan harmoni sosial. Restorative justice menekankan repair (pemulihan), reconciliation (rekonsiliasi), dan reintegration (reintegration).

3. Teori Efektivitas Hukum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *