“Kampus justru jangan melambat karena menurut saya harus mempercepat pembentukan peraturan turunan karena banyak kasus kekerasan seksual naik setelah Permendikbudristek terbit. Ini jadi momentum buat kita bahwa ada pergerakan yang lebih nyata,” ujar Bivitri.
Dalam acara yang sama, ahli hukum STH Jentera itu menerangkan Permendikbudristek No. 30/2021 mengubah cara-cara penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi terstruktur dan sistemik.
Pasalnya, sebelum ada peraturan menteri itu, penanganan kasus cenderung diselesaikan secara tertutup dan bergantung pada sikap politik pimpinan perguruan tinggi.
“Sering kali korban yang harus berkorban lagi, belum lagi kalau ingat tagar (#) nama baik kampus, ada kecenderungan kasus ditutupi,” terang Bivitri.