Karena dipandang tidak mengikuti kehendak Soekarno, DPR pun dibubarkan pada 5 Maret 1960. Sesuai dengan Perpres No.3/1960, Soekarno membubarkan DPR dengan alasan: DPR Hasil Pemilu 1955 tidak dapat membantu pemerintah, tidak sesuai dengan UUD 1945, Demokrasi Terpimpin, dan tujuan politik. Setelah DPR dibubarkan, melalui Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960, dibentuklah Dewan Perwakilan Gotong Royong (DPR-GR).
DPR-GR dibentuk pada 24 Juni 1960 pada masa Demokrasi Terpimpin. DPR-GR berdiri berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960 sebagai pengganti DPR Peralihan yang dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960.
Mengutip Kompas.com, sejatinya dibentuknya DPR-GR ini bertentangan dengan UUD 1945, karena:
1. Menurut pasal 23 ayat 1 UUD 1945, “Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu”.
2. Menurut penjelasan UUD 1945, terdapat ketentuan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa dibubarkan oleh presiden karena kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat.
Tak hanya itu, selain bertentangan dengan UUD 1945, DPR-GR juga memiliki kelemahan di bidang legislatif. DPR-GR kurang sekali dalam memakai hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan undang-undang.
DPR-GR juga sudah membiarkan badan eksekutif mengadakan penetapan-penetapan presiden atas dasar Dekrit Presiden 5 Juli 1959, seakan-akan Dekrit Presiden merupakan sumber hukum baru. Dekrit Presiden hanya berperan untuk menuntun langkah kembali ke UUD 1945. Karena itulah jabatan pimpinan DPR-GR dipisahkan dengan jabatan eksekutif.
Tujuan jabatan pimpinan DPR-GR dipisahkan dengan jabatan eksekutif adalah untuk pemurnian pelaksanan UUD 1945. Kemudian, DPR-GR juga sudah menerima baik Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 19 Tahun 1964 yang memberi wewenang kepada Presiden untuk ikut campur soal pengadilan.
Bisakah Presiden Membubarkan DPR..?