“Kami terpaksa ambil es dari jarak 100 km. Hasil tangkapan sering busuk dan jadi reject,” keluh Mukhlis, mantan pengurus koperasi nelayan di Desa Sangowo Timur, menggambarkan betapa rapuhnya infrastruktur dasar.
Wisata Bahari Kelas Dunia yang Terkekang
Potensi lain yang tak kalah gemilang adalah wisata bahari. “Pulau Mitita di Morotai menawarkan pengalaman menyelam dengan kawanan hiu sirip hitam (Blacktip Reef Shark) yang jinak, setara—bahkan lebih autentik—dengan yang ada di Maldives”, ujar Muksin Suleman Kepala Dinas Pariwisata Morotai. “Saya pernah menyelam dengan hiu di Maldives, tapi menyelam di Pulau Mitita jauh lebih unik. Karena kita berinteraksi dan langsung melihat terumbu karang yang sangat indah. Mereka menyambut penyelam dengan anggun, berenang dalam jarak dekat tanpa rasa takut” ujar Rachma Ketua TEP UI Morotai.
“Di sini, penyelam bisa berinteraksi alami dengan 20-30 ekor hiu. Ekosistem karangnya masih sangat sehat, sebuah harta di era perubahan iklim,” ungkap Abdul Karim pengelola Dive Center. Sayangnya, destinasi kelas dunia ini hanya bisa diakses dengan penerbangan sekali seminggu, sebuah kontradiksi untuk daerah yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata sejak 2014.
New Transmigrasi 5.0″: Jembatan Antara Visi Dan Realitas Ekonomi
Menjawab kompleksitas tersebut, “New Transmigrasi 5.0” hadir sebagai cetak biru aksi yang terukur. Tidak lagi sekadar konsep, melainkan paket intervensi konkret yang dirancang berbasis data untuk memutus mata rantai paradoks.
“Ini adalah seni memindahkan cara berpikir. Dari mentalitas ekstraktif yang hanya mengambil, menuju etos regeneratif yang memulihkan dan menumbuhkan. Morotai adalah kanvas hidup untuk membuktikan perubahan paradigma ini,” tegas Dr. Rachma Fitriati, Ketua Tim Ekspedisi Patriot UI. Untuk membangun jembatan New Transmigrasi 5.0 di Morotai diperlukan empat pilar utama.
Pertama, penyeimbang Pasar yang Profesional. Pembentukan Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Perikanan yang berfungsi sebagai market regulator sekaligus katalisator. Perusda ini akan menjadi penjamin ketersediaan es dan listrik yang stabil, serta membuka akses pemasaran langsung ke pasar global. Hasil tangkapan premium dapat langsung terbang dari Bandara Pitu Morotai ke Jepang hanya dalam 4 jam, memotong seluruh rantai perantara.
Kedua, membangun Ketahanan Energi dan Infrastruktur Dasar. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Hybrid 1-2 MW sebagai tulang punggung energi bersih untuk industri. Dilengkapi dengan dermaga khusus kapal >7 GT berteknologi cold docking, yang mampu memangkas penundaan bongkar muat hingga 4 jam, sehingga kesegaran ikan terjaga sejak dari kapal.




